Senin, 11 Desember 2017

SEPOTONG KAIN



Nama   : ELSA NINTIAS AGUSTINA
Prodi   : Perbankan Syari'ah
Kelas   : B

SEPOTONG KAIN

 “Akhlak saya masi belum baik, nanti saja ketika saya rasa sudah memperbaiki akhlak saya”
”Kalau belum siap berjilbab, mendingan ga usah pakai dulu!”
”Lebih baik saya berjilbab hati dulu, daripada berjilbab tetapi hatinya tidak berjilbab.”
“Mendingan tidak usah berjilbab aja, daripada kaya si X berjilbab tapi masih sering berbuat maksiat.”
”Saya belum bisa memperbaiki perilaku saya, saya belum siap pakai jilbab jadi saya nanti aja pakai jilbabnya.”
”Saya sebenarnya pengen mamakai jilbab, tetapi masih belum siap.”
”Saya sebenarnya pengen mamakai jilbab, tetapi malu belum terbiasa.”
“Bukankah lebih baik saya memperbaiki diri dulu baru nanti berjilbab, daripada sudah berjilbab tapi kelakuannya masih buruk?”

Mungkin sering kita mendengar sebagian dari saudari muslimah berpendapat dengan perkataan-perkataan seperti di atas atau yang sejenisnya. Dimana pernyataan atau pandangan-pandangan seperti diatas menjadikan seorang akhwat tidak atau menunda untuk berjilbab.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ada diantara para muslimah yang sudah memakai jilbab ada yang masih melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak mencerminkan moral atau akhlak islam. Hal inilah yang kemudian memunculkan banyak pandangan-pandangan di masyarakat yang berpendapat seperti di atas. Mereka bersikap sinis dan pesimis terhadap jilbab sehingga menolak atau menunda melaksanakan kewajibannya dalam mengenakan jilbab. Kalau kita cermati pandangan semacam ini, kita bisa analisis sebagai berikut:

Ada dua pernyataan yang bisa kita tarik dari pandangan tersebut, yaitu:
       a.      Berjilbab tetapi berakhlak buruk
Para muslimah yang berjilbab tetapi masih banyak juga melanggar syariat-syariat islam yang lainnya.
       b.      Tidak berjilbab tetapi berakhlak baik
Para wanita yang tidak atau belum berjilbab tetapi tidak melanggar syariat-syariat islam yang lainnya, kecuali jilbab.

Pandangan yang seperti diatas menganggap bahwa pernyataan b lebih baik daripada pernyataan a. Apakah benar demikian? Atau manakah diantara kedua hal tersebut yang lebih baik?

Untuk menanggapi pendapat dan pertanyaan-pertanyan semacam ini kita harus memahami terlebih dulu tentang apa yang telah Allah ta’ala syariatkan kepada seorang muslimah terkait jilbab. Allah ta’ala telah dengan tegas memerintahkan muslimah untuk mengenakan jilbab. Dalam Kitab-Nya Allah berfirman:

”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al Ahzab (33): 59]

” Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” [QS.AnNur(24) : 31]

Dari kedua ayat ini telah jelas bahwa perintah berjilbab bagi seorang muslimah adalah wajib. Semua ulama’ sepakat tentang wajibnya tubuh seorang muslimah untuk ditutup dan tidak ditampakkan kecuali kepada yang berhak melihatnya. Maka dengan dalil ini bisa dikatakan bahwa menutup aurat dengan berjilbab bagi seorang muslimah bukanlah menjadi suatu hal yang baik lagi bagi dirinya, melainkan menjadi sebuah kewajiban yang tentu di dalamnya akan terdapat banyak kebaikan bagi dirinya.

“Lebih baik mana, muslimah yang berjilbab tapi bekelakuan buruk, atau muslimah biasa tak berjilbab tapi kelakuannya baik?”

Pernyataan ini tidak apple to apple. Pertanyaan ini tidak bisa begitu saja dibandingkan karena pertanyaan ini saling membenturkan antara yang haq dan yang bathil. Berjilbab dan berakhlak baik adalah perintah Allah. Sedangkan meninggalkan jilbab dan berakhlak buruk adalah tidak disukai Allah. Semestinya semua hal ini harus dilakukan dan diamalkan bersamaan. Islam adalah agama yang mengajarkan dan menganjurkan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) kepada para pemeluknya. Maka setiap muslim maupun muslimah wajib berbuat baik kepada siapa saja sebagai konsekuensi berislamnya dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Melalui sebuah ilustrasi ringan, coba bayangkan. Anda adalah seorang photografer profesional dan sedang membutuhkan kamera yang memiliki kepekaan warna yang tajam dan kapasitas memori yang besar untuk mengambil gambar agar terlihat lebih real. Lalu seseorang menawarkan dua kamera pada Anda, yang pertama kamera itu memiliki kepekaan warna yang tajam namun sayang sekali kapasitas memori yang sangat rendah. Kamera yang kedua memiliki kapasitas memori yang besar, namun sayang sekali lensanya kualitas rendah, sehingga gambar tidak terlihat bagus. Lalu, apakah sebagai seorang ahli yang professional akan memilih salah satu dari kamera tersebut? Tentu Anda tak membutuhkan keduanya.

Jadi, Islam ini membutuhkan muslimah yang rapi dengan jilbabnya dan mulia dengan akhlaknya. Janganlah setengah-setengah dalam mengamalkan Islam. Percayalah semua perintah dari-Nya adalah baik untukmu.
“Tapi lihat itu dia berjilbab namun masih juga suka mencela!”
“Yang sudah berjilbab saja masih bisa mencela, apalagi yang tidak berjilbab?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar