Jumat, 08 Desember 2017

Makalah Hak, Kewajiban dan Keutamaan



HAK, KEWAJIBAN DAN KEUTAMAAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
yang di ampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I

Disusun Oleh :
Alfi nur lailatul homisah
Atikah muksin
Atiqah rahmaniyah
Dewi zulvia afqoni
Ela fantika yuniar


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...…           i
KATA PENGANTAR …………………………………………………….....…....          ii        
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….....….          iii        
BAB I PENDAHULUAN
A.                Latar belakang …………………………………………………………..           1
B.                 Rumusan masalah ……………………………………………………....            1
C.                 Tujuan penulsan ………………………………………………………...            1
BAB II PEMBAHASAN
A.                Pengertian Hak………………………….………………………..……….         2
B.                 Pengertian kewajiban……………………………………………………..          5
C.                 Pengertian keutamaan…………………………………………………….          6

BAB III PENUTUP
A.                Kesimpulan …………………………………………………………….        10
B.                 Saran ………………………………………………………...………...        10

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..         11





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas dari dosen kami, Bapak Moch. Kholid Wardi selaku pengampu materi akhlak taswuf..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.           




Pamekasan, 25 September 2017






  



BAB I
PENDAHULUAN

            A.    LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati memiliki hak. Tidak hanya itu, suatu hak juga harus di dahului dengan adanya suatu kewajiban yang harus di jalankan. Dalam melaksanakan suatu kewajiban tersebut, haruslah memiliki suatu keutamaan yang dijadikan pedoman atau acuan agar dapat melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak dengan baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari norma dan hukum yang ada. Sehingga secara sadar maupun tak sadar mereka harus mentaati dan menjalankannya. Dalam menjalankan dan mematuhi aturan tersebut, berarti mereka telah menjalankan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya.  Setelah mereka menjalankan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya, barulah mereka berhak mendapatkan apa yang telah menjadi hak mereka.

           B.     RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian hak itu ?
B.     Apa pengertian  kewajiban  ?
C.     Dan apa keutamaan itu ?

           C.    TUJUAN PENULISAN
A.    Untuk mengetahui apa itu hak
B.     Untuk mengetahui apa itu kewajiban
C.     Untuk mengetahui apa itu keutamaan 





BAB II
PEMBAHASAN

            A.    Hak
Hak ialah sesuatu yang diterima setelah manusia diberatkan atas suatu kewajiban. Antara suatu hak dan kewajiban itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tiap-tiap hak  dalam kehidupan mengandung kewajiban. Kewajiban pertama ialah kewajiban untuk menghormati dan menghargai hak orang lain dengan tidak mengganggunya. Kewajiban kedua ialah bagi setiap orang yang memiliki hak wajib menggunakan haknya untuk melakukan kebaikan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.[1]
Menurut Prof. Dr. Nototnogoro, Hak adalah melakukan sesuatu yang mestinya di terima atau di lakukan melalui pihak tertentu dan tidak boleh melalui pihak lain. Hal itu dikarenakan pada hakikatnya hak-hak yang dimiliki oleh seseorang tersebut semata-mata merupakan pemberian dari masyarakat, yang merupakan buah atau hasil dari sebuah kebijaksanaan yang telah ia laksanakan.[2]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hak itu adalah suatu milik atau kepunyaan yang dikuasai oleh penguasanya dan yang memiliki berhak menguasai apa yang dimiliki. Seperti halnya alam semesta ini, yang memiliki adalah Allah, jadi Allah lah yang berhak menjadi penguasa dimuka bumi ini atau yang haq atas makhluknya. Seperti dalam al- Qur’an:
ماَ خَلقَ ا لله ذَ لِكَ إ لَّا بِا لْخَقِّ
Artinya: “Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq” (Yunus:5). [3]


Ada beberapa hak bagi manusia antara lain:
1.         Hak hidup
Seluruh jiwa manusia mempunyai hak hidup. Sebab kehidupan manusia dalam bergaul di masyarakat sudah selayaknya apabila seseorang mengorbankan jiwanya untuk menjaga untuk menjaga hidupya. Hak hidup adalah hak yang suci tanpa bisa diberikan untuk keperluan yang lain.
2.         Hak Kemerdekaan
Kemerdekaan mutlak ialah “bertindak dan berbuat menurut kehendaknya dengan tidak ada sesuatu yang menguasai kehendak dan perbuatannya. Dari pengertian ini dapat kita pahami bahwa tidak akan terjadi kecuali bagi Allah, ini dikarenakan tiada seorangpun yang kehendaknya tidak dipengaruhi oleh pengaruh lain.
Ada beberapa penjelasan dalam arti kemerdekaan yang dapat dipahami sebagai berikut:
·        Kemerdekaan lawan dari perhambaan
·         Kemerdekaan bangsa-bangsa
·         Kemerdekaan kemajuan
·         Kemerdekaan politik
Hak kemerdekaan mengandung dua kewajiban yaitu:
·         Wajib bagi manusia dan pemerintah menghormati hak kemerdekaan seseorang.
·         Wajib bagi yang mempunyai hak untuk mempergunakan kemerdekaannya untuk kebijakan dan kebaikan orang banyak.
3.         Hak memiliki
Hak milik menjadi bagian yang menyempurnakan hak kemerdekaan. Karena manusia itu tidak dapat mempertinggi dirinya menurut kehendaknya.
Hak milik dibagi menjadi dua yaitu:
·       Hak milik perorangan. Contoh: rumah, pakaian, dll.
·       Hak milik umum. Contoh: kereta api, museum, jalan, dll.
4.         Hak mendidik
Setiap orang pada hakekatnya memiliki hak untuk mendidik pribadi dan belajar. Manusia diberi hak ini dikarenakan pendidikan merupakan sebagian alat untuk mencapai kemerdekaan dan alat untuk hidup yang tinggi. Dengan adanya pendidikan kita bisa lebih luas mengetahui ilmu.
5.      Hak Wanita
Hak wanita tetap ada dan sama memiliki sebagaimana hak laki-laki atau bagi manusia, tetapi kadang secara realita haknya kurang sehingga perlu dibahas tersendiri. Wanita sampai kini belum mencapai seperti hak-hak orang laki-laki. Meskipun telah menuju ke beberapa langkah yang amat luas.
Di abad pertengahan sampai abad ke 19, perempuan di Eropa tidak memiliki suatu hak yang berhubungan dengan Negara, dan pendidikannya hanya mengenai pelajaran memasak, mendidik anak, menjahit pakaian, dan bagi yang lebih tinggi kedudukannya ditambah pelajaran musik.[4]
Kebanyakan ahli pikir menyatakan bahwa kaum wanita akan berjalan terus sehingga mencapai hasil-hasil sebagai berikut:
a.       Perbuatan wanita ditimbang dengan ukuran akhlak sebagaimana ditimbangnya juga dengan perbuatan laki-laki dengan ukuran itu.
b.      Wanita akan mempunyai  kekuasaan di rumah sama dengan laki-laki, dan menjadi kawan di rumah tangga.
c.       Akan terdidik dengan didikan yang lebih baik dari pendidikannya sekarang, sehinnga mengasuh anak-anaknya dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan bukan dengan khurafat-khurafat.
d.      Akan mempunyai hak yang mengenai Negara seperti suaminya, dan hak-hak dalam perkawinan sseperti perempuan Amerika pada hari ini.
e.       Wanita diperkenankan menjabat pekerjaan kantor bila ia menghajatkannya, seperti bila bitinggal mati oleh suaminya dan tidak ada yang menanggung hidupnya.[5]


      B.     Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sedangkan menurut ahli etika menyatakan bahwa wajib merupakan sebuah perbuatan akhlak yang ditimbulkan oleh suara hati. Kewajiban tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dikarenakan manusia merupakan makhluk individu dan social.[6]
                        Kewajiban Warga Negara Indonesia:
1.      Setiap warga Negara wajib berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara Indonesia
2.      Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
3.      Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan.
4.      Setiap warga Negara wajib taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
5.      Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.[7]

Manusia sebagai makhluk individu dan sosial, tidak dapat terlepas dari kewajiban. Rupanya ada hikmah jika kita mempunyai kewajiban untuk memiliki sifat rendah diri sesama muslim. Firman Allah dalam surah al-Hijr ayat 88 :
لاًتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ اَزْوَاجًا مِّنْهُمْ وَلاَ تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَا خْفِضْ جَنَا حَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya : " janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”(QS. Al-Hijr: 88). [8]
 Manusia sebagai ciptaan Allah juga mempunyai kewajiban terhadapnya. Kewajiban manusia hanyalah beribadah kepada Allah. Sebagai firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلاِنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُ وْنَ

Artinya  :“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya  mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56). [9]
Kewajiban dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1.     Kewajiban individu (pribadi).
Maksudnya setiap individu memiliki kewajiban terhadap diri pribadinya sendiri.
2.     Kewajiban sosil (masyarakat).
Selain sebagai makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial. Maka keterikatan tersebut membuat manusia memiliki kewajiban sebagai anggota masyarakat.

3.     Kewajiban makhluk kepada Tuhan.
Maksudnya adalah seseorang tidak hanya hidup bersama sebagai pribadi dan makhluk social saja, tetapi seseorang tidak terlepas dari penciptanya yaitu, Tuhan. Karena dia yang menciptakan alam ini, maka kita sebagai hambanya wajib beribadah kepadanya.[10]

           C.     Keutamaan
Keutamaan ialah akhlak yang baik. Dan yang di sebut “utama” menurut Prof. Dr. Ahmad Amin adalah kehendak orang dengan membiasakan sesuatu yang baik. Berarti orang yang utama ialah orang yang mempunyai akhlak baik yang membiasakan memilih perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan. Sehingga keutamaan merupakan sifat jiwa sedangkan kewajiban hanya perbuatan luar.[11]
Keutamaan juga dapat disimpulkan sebagai segala yang lebih baik. bahkan juga terdapat dalam Kalamullah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (النساء :95(
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(An-Nisa’ 59).[12]

Socrates berpendapat bahwa  tidak ada keutamaan kecuali pengetahuan (ilmu). Dapat di simpulkan bahwa:
1.      Sesungguhnya manusia tidak dapat berbuat baik jika tidak tahu tentang kebaikan, dan setiap perbuatan yang timbul dengan tidak mengerti tentang kabaikan maka ia tidak baik dan tidak utama.
2.      Pengetahuan manusia tentang baiknya sesuatu tentu akan mendorong untuk mngerjakannya, dan pengetahuan tentang buruknya sesuatu  tentu ia akan meniggalkannya. [13]
Tepatlah Socrates mengambil kesimpulan  bahwa dasar keutamaan itu ialah pengetahuan karena manusia tidak jadi utama sehingga mengetahui kebaikan dan perbuatannya ditujukan ke arah kebaikan.
.                Aristoteles menolak pandangan  Socrates bahwa sungguh Socrates tidak tahu atau lupa bahwa jiwa manusia tidak hanya tersusun dari akal. Bahwa tiap perbuatan manusia tunduk pada hukum akal sehingga bila diketehui oleh akal utamalah perbuatannya, akan tetapi dia lupa bahwa kebanyakan perbuatan manusia itu dikuasai oleh perasaan dan syahwat, meski  terkadang telah diketahui oleh akal.
Plato berpendapat bahwa keutamaan yang benar bukan hanya perbuatan yang benar, karena perbuatan yang benar terkadang timbul dari dasar yang batal, akan tetapi keutamaan yang benar ialah perbuatan baik yang timbul dari pengetahuan yang benar. Dari itu ia membagi keutamaan menjadi keutamaan filsafat dan keutamaan biasa. Keutamaan filsafat ialah perbuatan baik yang berdasar dengan akal, dan timbul dari pendirian seseorang. Adapun keutamaan biasa adalah perbuatan baik yang timbul karena adat atau instink atau perasaan baik.
Aristoteles menerangkan ‘theory tengah-tengah’ dalam kitabnya dan di ikuti oleh Ibnu Maskawaih di dalam kitabnya “Thadibul Akhlak”. Dari ahli filsafat bangsa Arab bahwa tiap-tiap keutamaan itu di tengah-tengah antara dua keburukan, keburukan berlebih-lebihan dan keburukan berkurang. Maka keberanian umpamanya adalah membabi buta dan takut, dermawan adalah diantara boros dan kikir dan demikianlah seterusnya. [14]
            Teori ini dibantah dengan beberapa bantahan:
1. “Tengah-tengah” menurut Aristoteles, berarti tidak selalu di titik tengah-tengah, berarti bahwa keutamaan itu dua jarak yang jauhnya tidak sama dari dua keburukan. Keberanian umpamanya lebih jauh dari takut disbanding membabi buta sedangkan dermawan lebih dekat dari titik boros dibanding dari titik kikir, dan begitu seterusnya.
2.  Banyak keutmaan yang tidak kelihatan bahwa ia berada di tengah-tengah antara kedua keburukan, seperti jujur dan adil. Maka tidak ada disitu kecuali dusta atau benar, adil atau dalim. Sedang kata Ibnu Maskawaih bahwa adil itu di tengah-tengah antara dalim dan indilaam  adalah  permainan  kata-kata, untuk membenarkan kata-kata Aristoteles, karena indhilaam itu tak lain dan tak bukan kecuali bekas kedhaliman.
3.       Kita tidak mempunyai ukuran yang tepat yang dapat menjelaskan titik tengah-tengah.[15]
      Keutamaan di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Perseorangan
            Perseorangan terbagi menjadi dua yaitu mengekang hawa nafsu dan mendidik nafsu. Mengekang hawa nafsu dari rasa sedih dan takut ialah berani. Sedangkan endidik nafsu, berarti mendorong nafsu agar berbuat menurut akalnya ialah bijaksana.
    2.   Masyarakat
Keutamaan masyarakat mengandung sifat adil yang artinya menyampaikan hak-hak manusia kepadan menrekan dan kebajikan memberi kebutuhan mereka di atas hak-hak mereka.
3. Agama
Keutamaan menngandung sifat-sifat manusia yang harus dipakai untuk tuhannya. Pandangan kita dalam memberi hokum kepada sesuatu akan baik dan buruknya ialah suara hati yang menjadi petunjuk mana yang baik dan buruk. [16]





BAB III
PENUTUP

          1   Kesimpulan

Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Hak adalah  sesuatu yang diterima setelah  manusia diberatkan atas  kewajiban. Ada beberapa hak bagi manusia antara lain: hak hidup, hak kemerdekaan, hak memiliki, hak mendidik, dan hak wanita.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Kewajiban adalah suatu  tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi hubungan  sebagai manusia, sosial, dan kepada tuhan. Manusia sebagai ciptaan Allah mempunyai kewajiban terhadapnya.
Keutamaan ‘Utama” menurut  Prof. Dr. Ahmad Amin adalah kehendak orang dengan membiasakan sesuatu yang baik.

         2 .     Saran
Dengan mengetahui adanya pengertian hak, kewajiban, dan keutamaan maka di harapkan agar kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Serta bisa membedakan mana yang hahrus di utamakan dalam menjalankan antara hak, kewajiban dan keutamaan.
           





DAFTAR PUSTAKA



Sanusi, Ihsan. Akhlak Tasawuf upaya meraih kehalusan budi dan kedekatan ilahi. Surabaya:    Pena Salsabila, 2012.
Mustofa, A. Akhlak tasawuf. Bandung: pustaka setia, 2014
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Zahri, Mustafa. Al-Akhlak. Jakarta: Duta Ilmu, 2013.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan  Terjemahannya. Surabaya: Duta Ilmu, 2010.



 



[1]  A. Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung: Putaka Setia, 2014), hlm. 122.
[2]  Mustafa Zahri. Ilmu Hadist. (Jakarta: Duta Ilmu, 2013), hlm. 74.
[3]  Departemen Agama, Al-Qur’an dan  Terjemahannya (Surabaya: Duta Ilmu), hlm. 279.
[4]  Mustofa, Akhlak Tasawuf. hlm. 125-132.
[5]  Ibid, hlm. 133
[6]  Ihsan sanusi. Akhlak Tasawuf upaya meraih kehalusan budi dan kedekatan ilahi. (Surabaya:    Pena  Salsabila, 201), hlm. 75.
[7]  Ibid.
[8] Departemen Agama, Al-Qur’an dan  Terjemahannya,  hlm. 355.
[9] Ibid. hlm. 752.
[10]  Mustofa, Akhlak Tasawuf, hlm. 137.
[11]  Zahri. Al-Akhlak,  hlm,  80.
[12]  Departemen Agama, Al-Qur’an dan  Terjemahannya,  hlm. 99.
[13]  Mustofa.  Akhlak tasawuf,  hlm.144.
[14]   Ibid. hlm. 145-146.
[15]   Ibid. hlm. 147.
[16]  Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009). Hlm. 50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar