Jumat, 08 Desember 2017

Makalah Tasawuf Indonesia



TASAWUF DI INDONESIA DAN TOKOHNYA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I

Disusun Oleh :
Safira Paramadina Ismail
Santi Wulandari
Shofia Noer Qomary
                                                                          St Latifah      
Wildania Suciati Alkadir




PROGAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017






KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subahanahu Wa Ta’ala, karena berkat Rahmat, Inayah, dan Hidayah-Nya lah kami dapat menyusun sekaligus menyelesaikan sebuah makalah tentang “Tasawuf di Indonesia dan Tokohnya.
Dalam hal ini kami mohon kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Dan kami menyadari bahwa manusia mempunyai sifat serba kekurangan, mungkin para pembaca menjumpai kekeliruan dan kekurangan yang tidak kami sengaja maka kami mohon maafyang sedalam-dalamnya.
Serta semoga makalah ini mendapat Berkah dan Ridha dari Allah SWT.sehingga dapat membawa manfaat bagi para pembaca khususnya bagi diri kami sendiri. Amin ya robbal ‘alamiin.


Pamekasan,02 Oktober  2017


Penulis,










DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..............................................................................
B.     Rumusan Masalah .........................................................................
C.     Tujuan Masalah .............................................................................
BAB IIPEMBAHASAN
A.    Sejarah tasawuf di Indonesia .........................................................
B.     Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia..............................................
BAB IIIPENUTUP
A.   Kesimpulan ....................................................................................
B.    Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

i
ii
iii

1
1
1

2
3

12
12
13










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan tasawuf di indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses islamisasi di kawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di nusantara merupakan jasa para sufi. Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang di tulis dalam bahasa arab dan bahasa melayu. Berorientasi sufisme.Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarkat saat itu. Sejak berdirinya kerajaan islamPasai, kawasan pasai menjadi sentral penyiaran agama Islam di berbagai daerah di Sumatra dan pesisir utara pulau Jawa. Perkembangan Islam di Jawa selanjutnya di gerakan oleh wali songo atau wali sembilan.Sebutan itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah penghayat tasawuf yang sudah sampai pada derajatnya “wali”.

B.     Rumusan Masalah
            1.      Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia?
            2.      Siapa saja tokoh-tokoh tasawuf Indonesia?

C.     Tujuan
            1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia
            2.      Untuk mengetahui siapa saja tokoh tasawuf yang ada di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Tasawuf di Indonesia
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme.Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita bisa melihat pengaruh besar dari para sufi ini dalam memengaruhi kepemimpinan raja, baik yang ada di tanah Aceh maupun yang ada di tanah Jawa. Di kawasan Sumatra bagian utara, ada empat sufi terkemuka, antara lain:[1]
   1.      Hamzah Fansuri (± abad 17 M) terkenal dengan karya tulisannya asharalArifin dan Syarab Al-‘asyikin, serta beberapa kumpulan syair sufistiknya.
   2.     Syamsuddin Pasai penulis kitab jauhar al-haqoriq dan mirat al-qulub. Dia adalah murid dan pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan doktrin wahdat al-wujud Ibnu Arabi.
   3.     Abd. Rauf Singkel (w. 1639 M) merupakan penganut tarekat syattariyah, karyanya berjudul Mira’at ath-thullab.
   4.    Nurruddin Ar-Raniri (w. 1644 M) penulis Bustan As-Salatin, dari kitab ini, kita bisa mengetahui bahwa ia adalah pengikut tasawuf sunni dan penentang tasawuf Hamzah Fansuri. Ia juga penasehat Sultan Iskandar Tsani. Semua sufi besar ini merupakan penasihat sultan pada masanya.
Sejak berdirinya kerajaan Islam pasai, kawasan pasai menjadi titik sentral penyiaran agama Islam keberbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara pulau jawa. Penyebaran islam kepulau jawa, juga berasal dari kerajaan pasai, terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan Ibrahim Asmoro yang ketiganya adalah Abituren Pasai. Melalui keuletan mereka itulah, berdiri kerajaan Islam Demak yang kemudian menguasai kerajaan Banten dan Batavia melalui Syarif Hidayatullah.[2]
Perkembangan islam di jawa selanjutnya digerakkan oleh wali songo atau wali sembilan. Sebutan itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah penghayat tasawuf yang sudah sampai pada derajat “wali”. Para wali bukan saja berperan sebagai penyiar islam, melainkan mereka juga ikut berperan kuat pada pusat kekuasaan kesultanan. Karena posisi itu, mereka mendapat gelar susuhunan yang biasa disebut sunan.
Dalam dunia pesantren generasi awal, warna sufisme yang kental juga terlihat pada anutan mereka yang didominasi aliran sufisme Al-Ghazali, sufisme yang sangat kuat mewarnai kesantrian pada masa itu. Dalam kelompok ini, buku-buku karangan Al-Ghazali menjadi sumber bacaan sufisme yang paling digemari dan pada umumnya memuat pokok bahasan tasawuf akhlak dan tasawuf amali, yang keseluruhan beraliran tasawuf sunni. Disamping literatur-literatur sufisme yang berorientasi tasawuf akhlak dan tasawuf amali, dikalangan tertentu ditemukan literatur tasawuf falsafi, seperti Insan Kamil, karya Abdul Jalil Al-Jili serta Futuhat Al-Makkiyah dan Fusus Al-Hakim, karya Ibnu Arabi.[3]

B.     Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia
Ada lima tokoh yang menjelaskan tasawuf di Indonesia diantaranya:

             1.      Hamzah Al-Fansuri

a.      Riwayat Hidup Hamzah Al-Fansuri
Nama Hamzah Al-Fansuri di nusantara bagi kalangan ulama’ dan sarjana penyidik keislaman tidak asing lagi. Hampir semua penulis sejarah Islam mencatat bahwa Syekh Hamzah Al-Fansuri dan muridnya Syekh Syamsuddin As-Sumatrani termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Hallaj. Paham hulul, ijtihad, mahabbah, dan lain-lain adalah seirama dengan al-hallaj.Syekh Hamzah Fansuri diakaui sebagai salah pujangga Islam yang sangat populer ada zamannya sehingga namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusastraan melayu dan Indonesia.Namanya tercatat sebagai seorang kaliber besar dalam perkembangan Islam di nusantara dari abadnya hingga kini.
Berdasarkan kata “Fansur” yang menempel pada namanya, sebagian peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari Fansur, sebutan orang arab terhadap Barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai barat Sumatra utara yang terletak di antara Sibolga dan Singkel. Dalam salah satu syairnya, ia menulis; Hamzah nur asalnya Fansuri Mendapat wujud di tanah Syahir Nawi, Beroleh khilafat ilmu yang ‘ali dari pada Abdul Qadir Sayyid Jailani.[4]
Ada yang berpendapat bahwa “syahru nawi” (pada bait kedua) adalah “bandar ayuthia”, ibu kota kerajaan Syam pada zaman silam. Pendapat lain bahwa Syahru Nawi adalah nama lama dari tanah Aceh sebagai peringatan bagi seorang pangeran siam bernama Syahir Nuwi yang datang ke Aceh pada zaman dahulu, kemudian membangun Aceh sebelum datang Islam.
Syair–syair syekh hamzah fansuri terkumpul dalam buku-bukunya yang terkenal. Dalam kesusastraan melayu atau indonesia, tercatat buku-buku syairnya, antara lain syair burung pingai, syair dagang, syair pungguk, syair sidang faqir, syair ikan tongkol, dan syair perahu.

b.      Ajaran TasawufHamzah Al-Fansuri
Pemikiran pemikiran Al-Fansuri tentang Tasawuf banyak dipengaruhi Ibnu Arabi dalam paham wahdad al-wujudnya.Sebagai seorang sufi, ia mengajarkan bahwa tuhan lebih dekat dari pada leher manusia sendiri dan tuhan tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa dia ada dimana mana.
Hamzah Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama hindu yang membayangkan tuhan berada di bagian tertentu dari tubuh,seperti ubun-ubun yag dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam mencapai persatuan.
Di antara ajaran Tasawuf Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu walaupun keliatan banyak.Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (mazhhar, kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin).Semua benda yang ada sebenarnya merupakan manifestasi dari yang hakiki yang disebut al-haq ta`ala.[5]

           2.      Nuruddin Ar-Raniri

a.      Riwayat Hidup Nuruddin Ar-Raniri
Ar-raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua dipantai Gujarat, India.nama lengkapnya adalah nuruddin muhammad bin hasanjin al-hamid asy-syafi’i ar-raniri. Tahun kelahirannya tidak di ketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang akhir abad ke 16.Beliau mengikuti langkah keluarganya dalam hal pendidikanya.Pendidikan terakhirnya di peroleh di Ranir kemudian dilanjutkan kewilayah Hadhramaut. Ketika masih di negara asalnya, ia sudah banyak menguasai banyak ilmu agama. Diantara banyak guru yang memengaruhinya Abu Nafs Sayyid Imam bin’Abdullah bin Syaiban, seorang guru tarekat rifaiyah keturunan Hadhramaut Gujarat, India.
Pendirian Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis.Ia berupaya menyatukan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili Ibn Arabi. Ia berpendapat bahwa ugkapan “wujud Allah dan alam esa”berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin,yaitu Allah swt.Sebagaimana yang dimaksud Ibnu Arabi.Akan tetapi, ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada.Yang ada hanyalah wujud Allah yang esa.Jadi,tidak dapat di katakan bahwa alam ini berbeda atau bersatu dengan Allah swt. Pandangan Ar-Raniri hampir sama dengan Ibnu Arabuddi bahwa alam ini merupakan tajalli. Akan tetapi,tafsirannya di atas membuatnya terlepas dari label panteisme Ibnu Arabi.
Ar-Raniri berpandangan bahwa alam ini di ciptakan Allah SWT.melalui tajalli. ia menolak teorial-faidh (emanasi) al-farabi karena membawa pengakuan bahwa alam ini adalah qadim sehingga dapat jatuh pada kemusyrikan. Alam dan falak, menurutnya, merupakan tajalli asma dan sifat Allah SWT.Dalam bentuk yang konkret. Sifat ilmu ber-tajalli pada imu akal; nama Rahman ber-tajalli pada Arsy, nama Rahim ber-tajalli pada kursy; nama Raziq ber-tajalli pada falak ketujuh; dan seterusnya. Dan manusia merupakan makhluk Allah SWT.Yang paling sempurna didunia.[6]

b.      Ajaran TasawufNuruddin Ar-Raniri
Pemikiran Nuruddin Ar-RAniri tentang tasawuf, baik yang ditujukan kepada tokoh penganut wujudiyah maupun pemikirannya secara umum, diklasifikasikan menjadi beberapa bidang pembahasan.
Pertama, tentang Tuhan.Pendirian Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis.Ia berupaya menyatakan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang dimiliki Ibnu Arabi. Ia berpendapat bahwa ungkapan “wujud Allah dan alam esa” berarti bahwa alam ini merupakan isi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah, sebagaimana yang dimaksud Ibnu Arabi. Namun, ungkapan itu pada hakikatnya menjelaskan bahwa alam ini tidak ada, apa yang ada hanyalah wujud Allah yang esa. 
Kedua, tentang alam.Ia berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia juga menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena hal itu dapat memunculkan pengakuan bahwa ala mini qadim sehingga menjerumuskan pada kemusyrikan. Alam dan falak merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang konkret. Sifat itu bertajalli pada alam akal, seperti nama Ar-Rahman yang bertajalli pada arsy.
Ketiga, tentang manusia.Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, karena merupakan khalifah Allah di bumi ini yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya.Selain itu, karena manusia juga merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh).[7]

              3.      Abd. Rauf Al-Sinkli

a.      Riwayat Hidup Abd. Rauf Al-Sinkli
Abdur Rauf Al-Sinkli adalah seorang ulama dan mufti besar kerajaan Aceh pada abad ke-17 (1606-1637 M). Nama lengkapnya adalah Syaikh Abdur Rauf bin `Ali Al-Fansuri. Sejarah mencatat bahwa ia merupakan murid dari dua ulama sufi yang menetap di Mekah dan Madinah. Ia sempat menerima ba`iat Tarekat Syathiriyah di samping ilmu-ilmu sufi yang lain, termasuk sekte dan bidang ruang lingkup ilmu pengetahuan yang ada hubungan dengannya.
Menurut Hasyimi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, ayah Al-Sinkli berasal dari Persia yang datang ke Samudera Pasai pada akhir abad ke-13 dan menetap di Fansur, Barus, sebuah kota pelabuhan tua dipantai barat Sumatera. Pendidikannya dimulai dari ayahnya di simpang kanan (Sinkil).Kepada ayahnya, ia belajar ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa arab, mantiq, fisafat, sastra arab atau  melayu, dan bahasa persia. Pendidikannya kemudian dilanjutkan di Samudera Pasai dan belajar di Dayah Tinggi Syekh Sam Ad-Din As-Sumatrani. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Arabia.[8]
Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, As-Sinkili telah memakai huruf miring khirqah, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara suluk. Ia telah di beri selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai pertanda pula bahwa ia telah di lantik sebagai Khalifah Mursyid dalam orde Tarekat Syatariyah. Ini berarti pula boleh membai`at orang lain. Telah di akui bahwa mempunyai silsilah yang bersambung dari gurunya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
Tersebarnya Tareka Syatiriyah mulai Aceh melalui jalur yang tepat hingga ke Sumatra barat menyusur hingga ke Sumatra Selatan dan berkembang pula hingga ke Cirebin Jawa Barat, manakala kita kaji dengan teliti selalu aka nada persambungan sililah As-Sinkili.
Diantara karya-karya As-Sinkili adalah.
1.Mir`at Ath-Thullab (fiqh Syafi`I bidang muamalah)
2.`Umda Al-Muhtadin (tasawuf)
3.Syam Al-Ma`rifah(tasawuf tentang makrifat)
4.Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf).

b.      Ajaran Tasawuf Abdur Rauf As-Sinkili
Sebelum As-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyah yan kemudian di kenal dengan namaWahdad Al-Wujud. Ajaran tasawuf wujudiyah ini di anggapnya sebagai ajaran sesat dan penganutnya di anggap suda murtad. Terjadilah proses penghukuman bagi mereka. Tindakan Ar-Raniri di nilai A-Sinkili sebagai perbuatan yang terlalu emosional As-Sinkii menanggapi persoalan aliran wujudiyah dengan penuh kebijaksanaan.
As-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syari`at. Ajaran tasawufnya sama dengan Syamsuddin dan Nuruddin, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki yaitu Allah SWT.,sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan wujud hakiki, melainkan bayangan dari yang hakiki. Menurutnya, jelaslah bahwa Allah SWT.Berbeda dengan alam.Walaupun demikian, antara banyangan (alam) dan yan memancarkan banyangan (Allah) tentu terdapat keserupaan.Sifat-sifat manusia adalah banyangan-banyangan Allah SWT., seperti yang hidup, yan tau, dan yan melihat.Pada hakikat-Nya setiap perbuatan adalah perbuatan Allah SWT.
Ajaran tasawuf As-Sinkili yang lain pertalian dengan martabat perwujudan tuhan. Menurutnya ada tiga martabat perwujudan tuhan.Pertama, martabat ahadiyyah  ataula ta`ayyun yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat ghaib yang masih berada di dalam ilmu tuhan.Kedua, martabat wahdah atau ta`ayyun awwal, yaitu sudah tercipta haqiqat muhammadiyahyang potensial bagi terciptanya alam.Ketiga, martabat wahdiyah atau ta`ayyun tsani, yang di sebut juga dengan `ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.Menurutnya, jalan untuk mengesakan Tuhan adalah dengan zikir la ilaha illa`allah sampai tercipta fana`.[9]

           4.      Syekh Yusuf Al-Makassari

a.      Riwayat Hidup Syekh Yusuf Al-Makassari
Syekh Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Syawal 1036 H atau bersamaan dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum berapa lama setelah kedatangan tiga orang penyebar Islam ke Sulawesi, (yaitu Datuk Ri Bandang dan kawan-kawannya dari Minangkabau). Dalam salah satu karangannya, ia menulis ujung namanya dengan bahasa arab “Al-Makasari”, yaitu nama kota Sulawesi Selatan (Ujung Pandang). Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak kecil telah menampakkan bahwa ia cinta akan pengetahuan Islam.
Pada masa Syekh Yusuf, memang hamper setiap orang lebih menggemari ilmu tasawuf. Orang yang hidup pada zaman itu lebih mementingkan mental dan materiil. Ini mungkin bertujuan mengimbangi berbagai agama dn kepercayaan yang memang menjurus ke arah itu.[10]
Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman.Di Yaman, ia menerima tarekat dari syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh Abi Abdullah Muhammad Baqi Billah.Pengetahuan tarekat yang dipelajarinya cukup banyak, bahkan sukar ditemukan ulama yang mempelajari demikian banyak tarekat serta mengamalkannya sepertinya, baik pada masanya maupun masa kini.

b.      Ajaran Tasawuf Syekh Yusuf Al-Makasari
Berbeda dengan kecendrungan sufisme pada masa-masa awal yang mengelakkan kehidupan duniawi, Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat harus dipandang dan diamalkan sebagai suatu kesatuan.
Syekh Yusuf mengembangkan istilah al-ihathah (peliputan) dan al-ma’iyyah (kesertaan). Kedua istilah itu menjelaskan bahwa tuhan turun (tanazul), sementara manusia naik (taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin dekat. Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dan tuhan. sebabal-ihathah dan al-ma’iyyah Tuhan terhadap hamba-Nya adalah secara ilmu.[11]
Syekh Yusuf berbicara pula tentang insan kamil dan proses penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap hamba walaupun telah naik derajatnya, dan tuhan akan tetap tuhan walaupun turun pada diri hamba. Dalam proses penyucian jiwa, ia menempuh cara yang moderat. Menurutnya, kehidupan dunia bukanlah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan.

            5.      Jalaluddin Rakhmat

a.      Riwayat Hidup Jalaluddin Rakhmat
Jalaluddin Rakhmat lahir di Bojong Salam Rancekek, Bandung pada 29 Agustus 1949.Ibunya adalah seorang aktivis Islam di desanya.Ayahnya adalah seorang kiai dan sekaligus lurah desa.Karena kemelut polotik Islam pada waktu itu, ayahnya terpaksa meninggalkan Jalal kecil yang masih berusia dua tahun.Kemudian ibunya mengirimkan Jalal ke madrasah yang dipimpin oleh kiai siddiq, kemudian dibimbing kitab kuning pada malam hari.Jalal mendapatkan pendidikan agama sampai akhir sekolah dasar. Jalal menghabiskan masa remajanya di perpustakaan negeri peninggalan Belanda dan disitulah ia berkenalan dengan para filosof.[12]
Jalal sendiri mengenal dunia tasawuf dan tertarik dengan tasawuf, ketika bersama-sama dengan Haidar bagir dan Endang Saefuddien Anshory diundang pada sebuah konferensi itu ia bertemu dengan ulama-ulama asal Iran yang memiliki pemahamanyang mendalam tentang tasawuf dan ia merasa kagum pada mereka. Ia pun banyak mendapat buku dari ulama Iran tersebut, yang di dalamnya banyak membahas tasawuf. Pasca pulang dari konferensi tersebut, Kang Jalal banyak terarik dengan dunia tasawuf.Sejak itulah Kang Jalal lebih memilih tasawuf sebagai materi dakwahnya.

b.      Ajaran Tasawuf Jalaluddin Rakhmat
Dalam bukunya Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rakhmat mengemukakan bahwa fitrah manusia itu menerima dan menjalankan agama.Orang yang meninggalkan agama tak hidup bahagia. Jiwanya sakit ia akan di timpa kejenuhan, kecapaian, dan kebingungan karena ia tidak tau kemana dibawa kehidupan ini. Musibah kecil saja dapat memporak-porandakan seluruh bangunan hidupnya. Tanpa agama hidup manusia akan melayang-layang seperti laying-layang yang putus talinya.
Jalaluddin Rakhmat berpandangan bahwa seluruh ajaran islam dimaksudkan untuk mensucikan manusia, yakini menampilkan kembali sirat kemanusiaan mereka. Kalimat syahadat mensucikan akidah manusia, membersihkn mereka dari kemusyrikan.Puasa mensucikan rohani kita dengan mengendalikan harta kita dengan membantu sesame Muslim, haji mensucikan kehidupan kita dengan menganugerahkan seluruh perjalanan hidup menuju Allah.[13]


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme.Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita bisa melihat pengaruh besar dari para sufi ini dalam memengaruhi kepemimpinan raja, baik yang ada di tanah Aceh maupun yang ada di tanah Jawa.
Ajaran tasawuf berhubungan erat dengan tarekat, di indonesia tarekat-tarekat yang telah berkembang dan memiliki pengaruh ialah seperti, Qadariyah, Naqsabanriyah, Syattariyah. Jauh sebelum ajaran islam menyentuh bumi indonesia, di kalangan masyarakat sebenarnya telah tumbuh dan berkembang sikap hidup kerohanian yang selalu mendambakan diri kepada sesuatu yang bersifat gaib telah bersemi dan mendarah daging dalam diri setiap bangsa Indonesia.


B.     SARAN
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Untuk itu penulis berharap agar para pembaca untuk memberikan saran yang bersifat positif dan membangun kepada makalah ini guna meningkatkan kekreatifan dan skil dalam membangun makalah yang sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Bangun Nasution & Hj. Rayani Hanum Siregar.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Amin, Samsul Munir.Ilmu Tasawuf. Jakarta: Remaja Rosela Karya, 2012.
Anwar, Rosihon.  Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.



[1]Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 337.
[2]Ibid. hlm. 338.
[3]Ibid. hlm. 339.
[4]Ibid. hlm. 341.
[5]Ibid. hlm. 343.
[6]Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Remaja Rosela Karya, 2012), hlm. 339-340.
[7]Ibid. hlm. 341-342.
[8]Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 347.
[9]Ibid. hlm. 348-349.
[10]Ibid. hlm. 350.
[11]Ibid. hlm. 352.
[12]Ahmad Bangun Nasution & Hj. Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 299.
[13]Ibid. hlm. 300.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar