TASAWUF DI INDONESIA DAN TOKOHNYA
MAKALAH
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Yang
diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi,
M.H.I
Disusun
Oleh :
Safira Paramadina Ismail
Santi Wulandari
Shofia Noer Qomary
St
Latifah
Wildania Suciati
Alkadir
PROGAM
STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah
Subahanahu Wa Ta’ala, karena berkat Rahmat, Inayah, dan Hidayah-Nya lah kami
dapat menyusun sekaligus menyelesaikan sebuah makalah tentang “Tasawuf di Indonesia dan Tokohnya”.
Dalam
hal ini kami mohon kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Dan
kami menyadari bahwa manusia mempunyai sifat serba kekurangan, mungkin para
pembaca menjumpai kekeliruan dan kekurangan yang tidak kami sengaja maka kami
mohon maafyang sedalam-dalamnya.
Serta
semoga makalah ini mendapat Berkah dan Ridha dari Allah SWT.sehingga dapat
membawa manfaat bagi para pembaca khususnya bagi diri kami sendiri. Amin ya
robbal ‘alamiin.
Pamekasan,02
Oktober 2017
Penulis,
DAFTAR ISI
|
|
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................
B. Rumusan Masalah
.........................................................................
C. Tujuan Masalah
.............................................................................
BAB IIPEMBAHASAN
A. Sejarah tasawuf di Indonesia
.........................................................
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia..............................................
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran
..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
|
i
ii
iii
1
1
1
2
3
12
12
13
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan tasawuf di indonesia, tidak lepas dari pengkajian
proses islamisasi di kawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di
nusantara merupakan jasa para sufi. Dari sekian banyak naskah lama yang berasal
dari Sumatra, baik yang di tulis dalam bahasa arab dan bahasa melayu. Berorientasi
sufisme.Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup
dominan dalam masyarkat saat itu. Sejak berdirinya kerajaan islamPasai, kawasan
pasai menjadi sentral penyiaran agama Islam di berbagai daerah di Sumatra dan
pesisir utara pulau Jawa. Perkembangan Islam di Jawa selanjutnya di gerakan
oleh wali songo atau wali sembilan.Sebutan itu sudah cukup menunjukkan bahwa
mereka adalah penghayat tasawuf yang sudah sampai pada derajatnya “wali”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah
perkembangan tasawuf di Indonesia?
2. Siapa saja
tokoh-tokoh tasawuf Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia
2. Untuk
mengetahui siapa saja tokoh tasawuf yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Tasawuf
di Indonesia
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang
ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme.Hal ini
menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat
pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita bisa melihat pengaruh besar dari para
sufi ini dalam memengaruhi kepemimpinan raja, baik yang ada di tanah Aceh
maupun yang ada di tanah Jawa. Di kawasan Sumatra bagian utara, ada empat sufi
terkemuka, antara lain:[1]
1. Hamzah Fansuri
(± abad 17 M) terkenal dengan karya tulisannya asharal’Arifin dan Syarab Al-‘asyikin,
serta beberapa kumpulan syair sufistiknya.
2. Syamsuddin Pasai
penulis kitab jauhar al-haqoriq dan mirat al-qulub. Dia adalah murid dan
pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan doktrin wahdat al-wujud Ibnu Arabi.
3. Abd. Rauf Singkel
(w. 1639 M) merupakan penganut tarekat syattariyah, karyanya berjudul Mira’at ath-thullab.
4. Nurruddin Ar-Raniri
(w. 1644 M) penulis Bustan As-Salatin,
dari kitab ini, kita bisa mengetahui bahwa ia adalah pengikut tasawuf sunni dan
penentang tasawuf Hamzah Fansuri. Ia juga penasehat Sultan Iskandar Tsani.
Semua sufi besar ini merupakan penasihat sultan pada masanya.
Sejak berdirinya kerajaan Islam pasai, kawasan pasai menjadi titik
sentral penyiaran agama Islam keberbagai daerah di Sumatera dan pesisir utara
pulau jawa. Penyebaran islam kepulau jawa, juga berasal dari kerajaan pasai,
terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan Ibrahim Asmoro
yang ketiganya adalah Abituren Pasai. Melalui keuletan mereka itulah, berdiri
kerajaan Islam Demak yang kemudian menguasai kerajaan Banten dan Batavia
melalui Syarif Hidayatullah.[2]
Perkembangan islam di jawa selanjutnya digerakkan oleh wali songo
atau wali sembilan. Sebutan itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah
penghayat tasawuf yang sudah sampai pada derajat “wali”. Para wali bukan saja
berperan sebagai penyiar islam, melainkan mereka juga ikut berperan kuat pada
pusat kekuasaan kesultanan. Karena posisi itu, mereka mendapat gelar susuhunan
yang biasa disebut sunan.
Dalam dunia pesantren generasi awal, warna sufisme yang kental juga
terlihat pada anutan mereka yang didominasi aliran sufisme Al-Ghazali, sufisme
yang sangat kuat mewarnai kesantrian pada masa itu. Dalam kelompok ini,
buku-buku karangan Al-Ghazali menjadi sumber bacaan sufisme yang paling
digemari dan pada umumnya memuat pokok bahasan tasawuf akhlak dan tasawuf
amali, yang keseluruhan beraliran tasawuf sunni. Disamping literatur-literatur
sufisme yang berorientasi tasawuf akhlak dan tasawuf amali, dikalangan tertentu
ditemukan literatur tasawuf falsafi, seperti Insan Kamil, karya Abdul Jalil Al-Jili serta Futuhat Al-Makkiyah
dan Fusus Al-Hakim, karya Ibnu Arabi.[3]
B. Tokoh-Tokoh
Tasawuf di Indonesia
Ada lima tokoh yang menjelaskan tasawuf di Indonesia diantaranya:
1.
Hamzah Al-Fansuri
a. Riwayat Hidup
Hamzah Al-Fansuri
Nama Hamzah Al-Fansuri di nusantara bagi kalangan ulama’ dan
sarjana penyidik keislaman tidak asing lagi. Hampir semua penulis sejarah Islam
mencatat bahwa Syekh Hamzah Al-Fansuri dan muridnya Syekh Syamsuddin As-Sumatrani
termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan Al-Hallaj. Paham hulul, ijtihad,
mahabbah, dan lain-lain adalah seirama dengan al-hallaj.Syekh Hamzah Fansuri
diakaui sebagai salah pujangga Islam yang sangat populer ada zamannya sehingga
namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusastraan melayu dan Indonesia.Namanya
tercatat sebagai seorang kaliber besar dalam perkembangan Islam di nusantara
dari abadnya hingga kini.
Berdasarkan kata “Fansur” yang menempel pada namanya, sebagian
peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari Fansur, sebutan orang arab terhadap
Barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai barat Sumatra utara yang
terletak di antara Sibolga dan Singkel. Dalam salah satu syairnya, ia menulis;
Hamzah nur asalnya Fansuri Mendapat wujud di tanah Syahir Nawi, Beroleh
khilafat ilmu yang ‘ali dari pada Abdul Qadir Sayyid Jailani.[4]
Ada yang berpendapat bahwa “syahru nawi” (pada bait kedua) adalah
“bandar ayuthia”, ibu kota kerajaan Syam pada zaman silam. Pendapat lain bahwa Syahru
Nawi adalah nama lama dari tanah Aceh sebagai peringatan bagi seorang pangeran
siam bernama Syahir Nuwi yang datang ke Aceh pada zaman dahulu, kemudian membangun
Aceh sebelum datang Islam.
Syair–syair syekh hamzah fansuri terkumpul dalam buku-bukunya yang
terkenal. Dalam kesusastraan melayu atau indonesia, tercatat buku-buku
syairnya, antara lain syair burung pingai, syair dagang, syair pungguk, syair
sidang faqir, syair ikan tongkol, dan syair perahu.
b. Ajaran TasawufHamzah
Al-Fansuri
Pemikiran pemikiran Al-Fansuri tentang Tasawuf banyak dipengaruhi
Ibnu Arabi dalam paham wahdad al-wujudnya.Sebagai seorang sufi, ia mengajarkan
bahwa tuhan lebih dekat dari pada leher manusia sendiri dan tuhan tidak
bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa dia ada dimana mana.
Hamzah Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama hindu yang
membayangkan tuhan berada di bagian tertentu dari tubuh,seperti ubun-ubun yag
dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam mencapai
persatuan.
Di antara ajaran Tasawuf Al-Fansuri yang lain berkaitan dengan
hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu walaupun
keliatan banyak.Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (mazhhar,
kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (kenyataan batin).Semua benda yang ada
sebenarnya merupakan manifestasi dari yang hakiki yang disebut al-haq ta`ala.[5]
2.
Nuruddin Ar-Raniri
a.
Riwayat Hidup Nuruddin Ar-Raniri
Ar-raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua dipantai
Gujarat, India.nama lengkapnya adalah nuruddin muhammad bin hasanjin al-hamid
asy-syafi’i ar-raniri. Tahun kelahirannya tidak di ketahui dengan pasti, tetapi
kemungkinan besar menjelang akhir abad ke 16.Beliau mengikuti langkah
keluarganya dalam hal pendidikanya.Pendidikan terakhirnya di peroleh di Ranir
kemudian dilanjutkan kewilayah Hadhramaut. Ketika masih di negara asalnya, ia
sudah banyak menguasai banyak ilmu agama. Diantara banyak guru yang memengaruhinya
Abu Nafs Sayyid Imam bin’Abdullah bin Syaiban, seorang guru tarekat rifaiyah
keturunan Hadhramaut Gujarat, India.
Pendirian Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat
kompromis.Ia berupaya menyatukan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang
diwakili Ibn Arabi. Ia berpendapat bahwa ugkapan “wujud Allah dan alam
esa”berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin,yaitu
Allah swt.Sebagaimana yang dimaksud Ibnu Arabi.Akan tetapi, ungkapan itu pada
hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada.Yang ada hanyalah wujud Allah yang
esa.Jadi,tidak dapat di katakan bahwa alam ini berbeda atau bersatu dengan
Allah swt. Pandangan Ar-Raniri hampir sama dengan Ibnu Arabuddi bahwa alam ini
merupakan tajalli. Akan tetapi,tafsirannya di atas membuatnya terlepas dari
label panteisme Ibnu Arabi.
Ar-Raniri berpandangan bahwa alam ini di ciptakan Allah SWT.melalui
tajalli. ia menolak teorial-faidh (emanasi) al-farabi karena membawa pengakuan
bahwa alam ini adalah qadim sehingga dapat jatuh pada kemusyrikan. Alam dan
falak, menurutnya, merupakan tajalli asma dan sifat Allah SWT.Dalam bentuk yang
konkret. Sifat ilmu ber-tajalli pada imu akal; nama Rahman ber-tajalli pada
Arsy, nama Rahim ber-tajalli pada kursy; nama Raziq ber-tajalli pada falak
ketujuh; dan seterusnya. Dan manusia merupakan makhluk Allah SWT.Yang paling
sempurna didunia.[6]
b.
Ajaran TasawufNuruddin Ar-Raniri
Pemikiran Nuruddin Ar-RAniri tentang tasawuf, baik yang ditujukan
kepada tokoh penganut wujudiyah maupun pemikirannya secara umum,
diklasifikasikan menjadi beberapa bidang pembahasan.
Pertama, tentang
Tuhan.Pendirian Ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat
kompromis.Ia berupaya menyatakan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang
dimiliki Ibnu Arabi. Ia berpendapat bahwa ungkapan “wujud Allah dan alam esa”
berarti bahwa alam ini merupakan isi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu
Allah, sebagaimana yang dimaksud Ibnu Arabi. Namun, ungkapan itu pada
hakikatnya menjelaskan bahwa alam ini tidak ada, apa yang ada hanyalah wujud
Allah yang esa.
Kedua, tentang
alam.Ia berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia juga
menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena hal itu dapat
memunculkan pengakuan bahwa ala mini qadim sehingga menjerumuskan pada
kemusyrikan. Alam dan falak merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam
bentuk yang konkret. Sifat itu bertajalli pada alam akal, seperti nama
Ar-Rahman yang bertajalli pada arsy.
Ketiga, tentang
manusia.Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, karena merupakan
khalifah Allah di bumi ini yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya.Selain itu,
karena manusia juga merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan sifat Allah
paling lengkap dan menyeluruh).[7]
3.
Abd. Rauf Al-Sinkli
a.
Riwayat Hidup Abd. Rauf Al-Sinkli
Abdur Rauf Al-Sinkli adalah
seorang ulama dan mufti besar kerajaan Aceh pada abad ke-17 (1606-1637 M). Nama
lengkapnya adalah Syaikh Abdur Rauf bin `Ali Al-Fansuri. Sejarah mencatat bahwa
ia merupakan murid dari dua ulama sufi yang menetap di Mekah dan Madinah. Ia
sempat menerima ba`iat Tarekat Syathiriyah di samping ilmu-ilmu sufi yang lain,
termasuk sekte dan bidang ruang lingkup ilmu pengetahuan yang ada hubungan
dengannya.
Menurut Hasyimi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, ayah Al-Sinkli
berasal dari Persia yang datang ke Samudera Pasai pada akhir abad ke-13 dan
menetap di Fansur, Barus, sebuah kota pelabuhan tua dipantai barat Sumatera.
Pendidikannya dimulai dari ayahnya di simpang kanan (Sinkil).Kepada ayahnya, ia
belajar ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa arab, mantiq, fisafat, sastra arab atau
melayu, dan bahasa persia. Pendidikannya
kemudian dilanjutkan di Samudera Pasai dan belajar di Dayah Tinggi Syekh Sam
Ad-Din As-Sumatrani. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Arabia.[8]
Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, As-Sinkili telah memakai
huruf miring khirqah, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara
suluk. Ia telah di beri selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai
pertanda pula bahwa ia telah di lantik sebagai Khalifah Mursyid dalam
orde Tarekat Syatariyah. Ini berarti pula boleh membai`at orang lain. Telah di
akui bahwa mempunyai silsilah yang bersambung dari gurunya hingga kepada Nabi
Muhammad SAW.
Tersebarnya Tareka Syatiriyah mulai Aceh melalui jalur yang tepat
hingga ke Sumatra barat menyusur hingga ke Sumatra Selatan dan berkembang pula
hingga ke Cirebin Jawa Barat, manakala kita kaji dengan teliti selalu aka nada
persambungan sililah As-Sinkili.
Diantara karya-karya As-Sinkili adalah.
1.Mir`at Ath-Thullab (fiqh Syafi`I bidang muamalah)
2.`Umda Al-Muhtadin (tasawuf)
3.Syam Al-Ma`rifah(tasawuf tentang makrifat)
4.Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf).
b.
Ajaran Tasawuf Abdur Rauf As-Sinkili
Sebelum As-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah
berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyah yan kemudian di
kenal dengan namaWahdad Al-Wujud. Ajaran tasawuf wujudiyah ini di
anggapnya sebagai ajaran sesat dan penganutnya di anggap suda murtad.
Terjadilah proses penghukuman bagi mereka. Tindakan Ar-Raniri di nilai
A-Sinkili sebagai perbuatan yang terlalu emosional As-Sinkii menanggapi
persoalan aliran wujudiyah dengan penuh kebijaksanaan.
As-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syari`at.
Ajaran tasawufnya sama dengan Syamsuddin dan Nuruddin, yaitu menganut paham
satu-satunya wujud hakiki yaitu Allah SWT.,sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah
merupakan wujud hakiki, melainkan bayangan dari yang hakiki. Menurutnya,
jelaslah bahwa Allah SWT.Berbeda dengan alam.Walaupun demikian, antara
banyangan (alam) dan yan memancarkan banyangan (Allah) tentu terdapat
keserupaan.Sifat-sifat manusia adalah banyangan-banyangan Allah SWT., seperti
yang hidup, yan tau, dan yan melihat.Pada hakikat-Nya setiap perbuatan adalah
perbuatan Allah SWT.
Ajaran tasawuf As-Sinkili yang lain pertalian dengan martabat
perwujudan tuhan. Menurutnya ada tiga martabat perwujudan tuhan.Pertama, martabat
ahadiyyah ataula ta`ayyun
yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat ghaib yang masih berada di
dalam ilmu tuhan.Kedua, martabat wahdah atau ta`ayyun awwal, yaitu
sudah tercipta haqiqat muhammadiyahyang potensial bagi terciptanya alam.Ketiga,
martabat wahdiyah atau ta`ayyun tsani, yang di sebut juga
dengan `ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.Menurutnya, jalan
untuk mengesakan Tuhan adalah dengan zikir la ilaha illa`allah sampai
tercipta fana`.[9]
4.
Syekh
Yusuf Al-Makassari
a.
Riwayat Hidup Syekh Yusuf Al-Makassari
Syekh Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang
berasal dari Sulawesi. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Syawal 1036 H atau
bersamaan dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum berapa lama setelah
kedatangan tiga orang penyebar Islam ke Sulawesi, (yaitu Datuk Ri Bandang dan
kawan-kawannya dari Minangkabau). Dalam salah satu karangannya, ia menulis
ujung namanya dengan bahasa arab “Al-Makasari”, yaitu nama kota Sulawesi
Selatan (Ujung Pandang). Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak kecil telah
menampakkan bahwa ia cinta akan pengetahuan Islam.
Pada masa Syekh Yusuf, memang hamper setiap orang lebih menggemari
ilmu tasawuf. Orang yang hidup pada zaman itu lebih mementingkan mental dan
materiil. Ini mungkin bertujuan mengimbangi berbagai agama dn kepercayaan yang
memang menjurus ke arah itu.[10]
Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke
Yaman.Di Yaman, ia menerima tarekat dari syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh
Abi Abdullah Muhammad Baqi Billah.Pengetahuan tarekat yang dipelajarinya cukup
banyak, bahkan sukar ditemukan ulama yang mempelajari demikian banyak tarekat
serta mengamalkannya sepertinya, baik pada masanya maupun masa kini.
b.
Ajaran Tasawuf Syekh Yusuf Al-Makasari
Berbeda dengan kecendrungan sufisme pada masa-masa awal yang
mengelakkan kehidupan duniawi, Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya
bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek
lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat harus dipandang
dan diamalkan sebagai suatu kesatuan.
Syekh Yusuf mengembangkan istilah al-ihathah (peliputan) dan al-ma’iyyah
(kesertaan). Kedua istilah itu menjelaskan bahwa tuhan turun (tanazul),
sementara manusia naik (taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya
semakin dekat. Syekh Yusuf menggaris bawahi bahwa proses ini tidak akan
mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dan tuhan. sebabal-ihathah dan al-ma’iyyah Tuhan terhadap hamba-Nya adalah secara ilmu.[11]
Syekh Yusuf berbicara pula tentang insan kamil dan proses penyucian
jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap hamba walaupun telah naik
derajatnya, dan tuhan akan tetap tuhan walaupun turun pada diri hamba. Dalam
proses penyucian jiwa, ia menempuh cara yang moderat. Menurutnya, kehidupan
dunia bukanlah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan.
5.
Jalaluddin Rakhmat
a. Riwayat Hidup
Jalaluddin Rakhmat
Jalaluddin Rakhmat lahir di Bojong Salam Rancekek, Bandung pada 29
Agustus 1949.Ibunya adalah seorang aktivis Islam di desanya.Ayahnya adalah
seorang kiai dan sekaligus lurah desa.Karena kemelut polotik Islam pada waktu
itu, ayahnya terpaksa meninggalkan Jalal kecil yang masih berusia dua
tahun.Kemudian ibunya mengirimkan Jalal ke madrasah yang dipimpin oleh kiai
siddiq, kemudian dibimbing kitab kuning pada malam hari.Jalal mendapatkan
pendidikan agama sampai akhir sekolah dasar. Jalal menghabiskan masa remajanya
di perpustakaan negeri peninggalan Belanda dan disitulah ia berkenalan dengan
para filosof.[12]
Jalal sendiri mengenal dunia tasawuf dan tertarik dengan tasawuf,
ketika bersama-sama dengan Haidar bagir dan Endang Saefuddien Anshory diundang
pada sebuah konferensi itu ia bertemu dengan ulama-ulama asal Iran yang
memiliki pemahamanyang mendalam tentang tasawuf dan ia merasa kagum pada
mereka. Ia pun banyak mendapat buku dari ulama Iran tersebut, yang di dalamnya
banyak membahas tasawuf. Pasca pulang dari konferensi tersebut, Kang Jalal
banyak terarik dengan dunia tasawuf.Sejak itulah Kang Jalal lebih memilih
tasawuf sebagai materi dakwahnya.
b.
Ajaran Tasawuf Jalaluddin Rakhmat
Dalam bukunya Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rakhmat mengemukakan
bahwa fitrah manusia itu menerima dan menjalankan agama.Orang yang meninggalkan
agama tak hidup bahagia. Jiwanya sakit ia akan di timpa kejenuhan, kecapaian,
dan kebingungan karena ia tidak tau kemana dibawa kehidupan ini. Musibah kecil
saja dapat memporak-porandakan seluruh bangunan hidupnya. Tanpa agama hidup
manusia akan melayang-layang seperti laying-layang yang putus talinya.
Jalaluddin Rakhmat berpandangan bahwa seluruh ajaran islam
dimaksudkan untuk mensucikan manusia, yakini menampilkan kembali sirat
kemanusiaan mereka. Kalimat syahadat mensucikan akidah manusia, membersihkn
mereka dari kemusyrikan.Puasa mensucikan rohani kita dengan mengendalikan harta
kita dengan membantu sesame Muslim, haji mensucikan kehidupan kita dengan
menganugerahkan seluruh perjalanan hidup menuju Allah.[13]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang
ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme.Hal ini
menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam
masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya, kita bisa melihat pengaruh besar
dari para sufi ini dalam memengaruhi kepemimpinan raja, baik yang ada di tanah
Aceh maupun yang ada di tanah Jawa.
Ajaran tasawuf berhubungan erat dengan tarekat, di indonesia
tarekat-tarekat yang telah berkembang dan memiliki pengaruh ialah seperti, Qadariyah,
Naqsabanriyah, Syattariyah. Jauh sebelum ajaran islam menyentuh bumi
indonesia, di kalangan masyarakat sebenarnya telah tumbuh dan berkembang sikap
hidup kerohanian yang selalu mendambakan diri kepada sesuatu yang bersifat gaib
telah bersemi dan mendarah daging dalam diri setiap bangsa Indonesia.
B. SARAN
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Untuk
itu penulis berharap agar para pembaca untuk memberikan saran yang bersifat
positif dan membangun kepada makalah ini guna meningkatkan kekreatifan dan skil
dalam membangun makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Bangun
Nasution & Hj. Rayani Hanum Siregar.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2013.
Amin, Samsul Munir.Ilmu Tasawuf. Jakarta: Remaja Rosela
Karya, 2012.
Anwar,
Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung:
CV Pustaka Setia, 2010.
[1]Rosihon Anwar, Akhlak
Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 337.
[6]Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Remaja Rosela Karya, 2012), hlm. 339-340.
[8]Anwar, Akhlak
Tasawuf, hlm. 347.
[12]Ahmad Bangun Nasution & Hj. Rayani Hanum
Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 299.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar