Rabu, 29 November 2017

Makalah Sejarah Muncul dan Berkembangnya Tasawuf



SEJARAH MUNCUL DAN
BERKEMBANGNYA TASAWUF

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq Tasawuf
yang diampu oleh Bapak Drs. Moch. Cholid Wardi, M.H.I


Oleh :


ELSA NINTIAS AGUSTINA
20170703022049
FAIRUZ SYAVIA
20170703022052
FAIZATUR ROHMAH
20170703022053
FATIMATUS ZAHROH
20170703022058
HARYANTI MAULINA N
20170703022068




 



PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI BISNIS SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang masih sangat sederhana dengan judul “SEJARAH MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA TASAWUF” .

            Sholawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW. Yang mana beliau telah mengangkis kita minadzndzulumati ilan nur dengan tulus ikhlas tsnps mengharap imbalan apapun.

            Kami berharap semoga makalah ini bisa membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, dan semoga makalah ini menjadi makalah pedoman untuk menjaga dan selalu berhati-hati dalam menjaga hati dari berbagai penyakit yang bisa membuat kita bertambah jauh dari Allah SWT. Amin .

            Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT. Senantiasa meridhai segala usaha kita.









Pamekasan, 30 September



Penulis


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
             A.    Latar Belakang.............................................................................................1
             B.     Masalah atau Topik Pembahasan..................................................................1
             C.     Tujuan Penulisan Makalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
             A.    Pengertian Tasawuf......................................................................................2
             B.     Sejarah Asal-Mula Tasawuf.........................................................................2
             C.     Sejarah Munculnya Pemikiran Tasawuf........................................................4
             D.    SejarahPertumbuhan TasawufdanPerkembangan Tasawuf………….......…..4
BAB III PENUTUP
            A.    Kesimpulan.................................................................................................12
            B.     Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik. Dia tercipta dari badan jasmaniah dan aspek rohaniah. Badan jasmaniah terdiri dari materi dan kecenderungan bersifat material pula. Dari sisi ini, biologis manusia sangat bergantung pada hal-hal material. Ia membutuhkan pangan, sandang dan papan (kebutuhan dharuriyyah atau primer), dan bahkan kebutuhan lain yang sifatnya tahsiniyyah atau sekunder. Sedangkan jiwa manusia berasal dari roh yang suci dengan kecenderungan bersifat  ruhaniyyah pula. Dari sisi ini, manusia sangat bergantung pada hal-hal yang bersifat spiritual, dia membutuhkan ketenangan, ketenteraman, ketergantungan pada Zat Yang Maha Mutlak, bahkan kebersatuan dengan-Nya. Keunikan manusia ini, juga terletak pada kemapuannnya dalam merenungkan dan memikirkan tentang alam semesta (cosmos), Tuhan (theos), dan bahkan dia dapat mempersoalkan dirinya sendiri, siapa, bagaimana, untuk apa, dari mana, mau kemana ujungnya kehidupan itu.
Dari salah satu aspek persoalan perenungan dan pemikiran manusia tentang dirinya adalah apa dan bagaimana hakikat manusia itu? Apakah hakikat manusia itu terletak pada kehidupannya yang jasmaniah? Atau pada kehidupan rohaniah? Atau dalam keterkaitan keduanya? Oleh karena itu tasawuf hadir dan berkembang menjadi wacana kajian akademik yang senantiasa aktual secara kontekstual dalam setiap kajian pemikiran islam. Tasawuf juga secara universal menempati posisi substansi dalam kehidupan manusia

B.     MASALAH ATAU TOPIK BAHASAN

            1.      Apa pengertian definisi dari tasawuf ?
            2.      Bagaimana sejarah asal mula tasawuf ?
            3.      Bagaimana sejarah tumbuh dan berkembangnya tasawuf ?
C.    TUJUAN PENULISAN MAKALAH

            1.      Untuk mengetahui pengertian dari tasawuf
            2.      Untuk mengetahui sejarah dari tasawuf
            3.      Untuk mengetahui tumbuh dan berkembangnya tasawuf

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tasawuf
Untuk mengetahui pengertian atau ta’rif “Tasawuf” para ahli lazim memulai pembahasan dari arti menurut bahan berdasarkan analisis tentang asal-usul kata “Tasawuf” terlebih dahulu. Terdapat berbagai teori tentang asal-usul kata “tasawuf”, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.      Ada teori yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shaf yang berarti wool kasar, karena orang-orang sufi selalu memakai pakaian tersebut sebagai lambang kesederhanaan.
2.      Menurut teori lain, kata tasawuf berasal dari kata shafa, yang berarti bersih.
3.      Berasal dari ahl al-suffah, yaitu orang-orang yang tinggal di suatu kamar di samping masjid Nabi di Madinah.
4.      Berasal dari kota sophos. Kata tersebut berasal dari Yunani yang berarti hikmah.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, kiranya dapat ditarik suatu pemahaman bahwa tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalannyang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.[1]
B.     Sejarah Awal Mula Tasawuf
Tasawuf  dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 H. Adapun faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf dibedakan atas dua, yaitu faktor intern dan ekstern.[2]
Faktor-faktor intern itu ditemukan dalam Al-Qur’an, Al-Hadis, dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat tertentu yang dapat membawa pada paham mistis. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya teori bahwa paham tasawuf ini muncul dan berkembang dari dalam Islam sendiri, bukan karena paham dari luar.
Dengan mempelajari awal mula tasawuf kita dapat mengetahui apa saja yang dipermasalahkan dalam tasawuf, kapan berdirinya ilmu tasawuf, serta apa-apa saja faktor yang memengaruhi munculnya tasawuf. Pembicaraan para ahli tentang lahirnya tasawuf lebih banyak menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Faktor Ekstern
Banyak pendapat yang telah dikemukakan sekitar faktor ekstern ini, antara lain sebagai berikut:
a.       Tasawuf lahir karena pengaruh dari paham Kristen yang menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dari biara-biara. Sikap hidup yang menjauhi dunia dan keramaian dunia ini memang terlihat jelas dalam perilaku para sufi dengan paham zuhud yang mereka anut.
b.      Tasawuf lahir karena pengaruh filsafat Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia kekal dan berada didunia sebagai orang asing.
c.       Munculnya tasawuf dalam Islam sebagai pengaruh dari filsafat emanasi Plotinus yang membawa paham wujud memancar dari zat Tuhan. Masuknya kedalam materi menyebabkan roh menjadi kotor. Untuk kembali kepada Tuhan roh harus dibersihkan terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan seerat mungkin
d.      Tasawuf lahir atas pengaruuh nirwana. Menurut ajaran Buddha bahwa seseorang meninggalkan dunia dan melakukan kontemplasi.
e.       Tasawuf lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme yang mendorong manusia meninggalkan dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan.[3]
Kebenaran teori-teori yang menitikberatkan faktor ekstern ini memang tidak dapat dipastikan. Semua serba mungkin karena tasawuf lahir pada saat umat Islam telah mempunyai kontak dengan dunia luar agama lain.
2.        Faktor Intern
Sebagian ahli menekankan faktor intern. Menurut mereka, lahirnya tasawuf Islam dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang dalam Islam itu sendiiri, bukan pengaruh dari luar.
Selanjutnya, faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahirnya tasawuf di dunia Islam, lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa adanya faktor ekstern tasawuf pun tetap lahir di dunia Islam.[4]

C.    Sejarah PertumbuhandanPerkembangan Tasawuf
1.         Sejarah PertumbuhanTasawuf
Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran islam, di awali dari ketidakpuasan terhadap praktik ajaran islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu, tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, politik, moral,dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Reaksi terhadap sikap politik dan ekonomi penguasa akibat telah diraihnya kemakmuran material yang menimbulkan sikap foya-foya, berupa penanaman sikap esolasi dari hirup pikup dunia.
 Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua. Pertama, Tasawuf  akhlaki, ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf, karena mengarah pada teori-teori perilaku.
Kedua, Tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam. Pembagian dua jenis tasawuf diatas didasarkan atas kecenderungan ajaran yang dikembangkan,yaitu[5]kecenderungan pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran.
Pada mulanya, tasawuf merupakan perkembangan dari pemahan tentang makna institusi islam. Sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran islam secara lebih analisis sudah muncul. Ajaran islam di pandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan aspek batiniah. Perkembangan tasawuf dalam islam mengalami beberapa fase. Pertama, fase asketisme (zuhud) yang tumbuh pada abad I dan II Hijriah. Aksetisme (zuhud) banyak di pandang sebagai pengantar munculnya tasawuf. Pada fase ini terdapat individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada ibadah.
Pada abad III Hijriah para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku. Perkembangan doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat itu. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikan oleh semua orang.
Pada abad V Hijriah muncul imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Alqur’an dan sunnah, bertujuan asketisme (kehidupan sederhana), pelurusan jiwa serta pembunaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam.
            Sejak abad VI Hijriah, muncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, tidak dapat disebut murni tasawuf, tetapi juga tidak dapat disebut murni filsafat. Dengan munculnya para sufi yang juga filsuf, orang mulai membedakan dengan tasawuf yang mula-mula berkembang (tasawuf akhlaki). Tasawuf akhlaki identik dengan tasawuf sunni. Hanya saja, titik berat penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Alqur’an dan sunnah.[6]
Selama abad V Hijriah, aliran tasawuf sunni terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, aliran tasawuf falsafi mulai tenggelam dan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi sufi yang juga filsuf pada abad VI Hijriyah dan setelahnya. Oleh karena itu, tasawuf pada abad V Hijriah cenderung mengalami pembaharuan, yaitu dengan mengembalikannya pada landasan Al-qur’an dan sunnah.[7]
2.      Sejarah Perkembangan Tasawuf
Ibn al-jauzi dan Ibn khaldun secara garis besar kehidupan kerohanian dalam islam terbagi menjadi dua, yakni zuhud dan tasawuf. Hanya saja diakui bahwa keduanya merupakan istilah baru, sebab keduanya belum ada pada masa Nabi Muhammad SAW. dan tidak terdapat dalam Alqur’an, kecuali zuhud yang disebut sekali dalam surah yusuf ayat 20.[8]
Ketika islam berkembang dan banyak orang yang memeluk islam, dan terjadi perkembangan strata sosial, maka muncul istilah baru dikalangan sahabat, yakni, Qurra’ (ahli membaca Al-qur’an).14 Sebagaimana telah diketahui, bahwa sejarah islam ditandai dengan peristiwa tragis, yakni pembunuhan terhadap diri13 khalifah ketiga, Usman bin Affan Ra. Dari peristiwa itu secara berantai terjadi kekacauan dan kerusakan akhlak. Adapun benih tasawuf yang paling awal adalah sebagai berikut.
a.        Pariode Pembentukan
Dalam abad I Hijriah bagian kedua, muncul Hasan basri (w.110 H) dengan ajaran khauf , mempertebal takut kepada Tuhan. Begitu juga tampilnya guru-guru yang lain, yang dinamakan qori’ mengadakan gerakan memperbaharui hidup kerohanian dikalangan kaum muslimin. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis-garis besar mengenai thariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun,[9]

dalam ajaran-ajaran yang dikemukakan sudah mulai dianjurkan mengurangi makan (ju’) menjauhkan diri dari keramaian duniawi (zuhud), mencela dunia (dzammu al-dunya) seperti harta, keluarga dan kedudukan.
Selanjutnya pada abad II Hijriah, taswuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya. Penyebab pada abad ini ialah adanya kenyataan pendangkalan ajaran agama dan formalisme dalam melaksanakan syari’at agama (lebih bercorak fiqh). Hal tersebuut menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupan seperti itu.
Abu al-Wafa menyebutkan,bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriah mempunyai karakter sebagai berikut:
  1.  Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilatar belakangi oleh sosio-politik, corsknys bersifat sederhana, praktis(belum berwujud dalam sistematika dan teori tertentu) tujuannya untuk meningkatkan moral.
   2.  Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu.
   3. Ciri lain ialah motif zuhudnya ialah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan keagamaan secara bersungguh sungguh.
   4.  Menjelang akhir abad  II Hijriah, sebagian zahid, khususnya di khurasan, dan Rabi’ah Adawiyah menandai kedalaman analisis yang di pandang sebagai fase pendahuluwan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri tasawuf.
b.        Pariode Pengembangan
 Tasawuf pada abad III dan IV Hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda dengan tasawuf sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan hamba dengan khalik.[10]
Orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan (fana’fi al-mahbub), bersatu dengan kecintaan (baqa’bi al-mahbub), menyaksikan tuhan (musyahadah), bertemu dengannya (liqa’) dan menjadi satu dengannya (ainul al-jama’), seperti yang di ungkapkan Abu Yazid A-Busthami (126H   Nicholas mengatakan, Yazid dijuluki sebagai pendiri tasawuf yang berasal dari Persia, yang memasukan ide wahdah al-wujud sebagai pemikiran orisinal teosofi dari timur yang merupakan kekhususan pemikiran yunani?
Fana merupakan persyaratan bagi seseorang untuk dapat mencapai hakikat ma’rifat. Ketika ditanya kapan seseorang dapat menacapai hakikat ma’rifat?” Ia menjawab, “ketika fana di bawah pantauan-nya dan tetap di atas hampara yang haq,tanpa jiawa dan tanpa penciptaan. Sesudah Abu Yazid Al-busthami,lahirlah seorang sufi kenamaan, yaitu Al-Hallaj (w. 309 H) yang menampilkan teori hulul (reingkarnasi Tuhan). Pada akhir abad III orang berlomba lomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya tentang kesatuwa kesaksian (wahdah as-suhud) Pada abad III dn IV HIjriah terdapat dua aliran. Pertama, aliran tasawuf sunned dan yang kedua aliran tasawuf semi falsafi
c.         Pariode Konsolidasi
Pada masa ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf semifalsafi dengan tasawuf sunni.Tasawuf sunni memenangkan pertarungan sehingga berkembang sedemikian rupa. Sementara itu tasawuf semifalsafi tenggelam. Tasawuf pada abad ini cenderung mengadakan pembaharuan atau menurut Annemarie Schimmel merupakan pariode konsolidasi , yaitu pariode yang ditandai pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya, Al qur’an dan sunnah. Tokoh tokohnya adalah al-Qusyairi (376-465 H), al-Harawi (196 H), dan al-Ghazali (450-505 H).[11]
Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh sufi utama abad V hijriyah. Kedudukannya demikian penting mengingat karyanya banyak di pakai sebagai rujukan para sufi, seperti Al-Risalah al Qusyayriah. [12]
Diya terkenal pembela teologi Ahl Sunnah wal al jama’ah. Ada dua hal yang dikritiknya, yaitu tentang shatahiyat yang dikemukakan oleh sufi ‘semi falsafi’ dan cara mereka berpakaian menyerupai orang miskin.
Tokoh suufi lain yang gencar menyerang’penyelewengan’ dalam tasawuf ialah al-Harawy. Sikapnya yang tegas dan tandas terhadap tasawuf cukup di maklumi, karna diya termasuk Hanabillah (pendukung Ahmad Ibn Hambal). Karyanya yang terkenal adalah  Manazil al-sairin Ilaa Rabb al-Alamin. Diya dikenal penyusun teori fana’ dalam kesatuan, tetapi fana’ nya berbeda dengan fana’ sufi ‘semi islam’ sebelumnya baginya fana’ bukanlah fana’ wujud sesuatu yang selain Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri.
Al-Ghazali,pembela tasawuf sunni menduduki peringkat setingkat lebih tinggi dari pada dari kedua sufi yang telah disebutkan di muka. Pilihan Al-Ghazali jatuh kepada tasawuf sunni yang berdasarkan doktrin Ahl sunnah wa al-jamaah. Dari paham tasawufnya itu diya menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi pada filosof alam.
Al-Ghazali sama sekali menolak teori kesatuan, diya menyodorkan teori baru tentang Ma’rifat dalam batas, pendekatan diri kepada Allah, tanpa diikuti penyatuan dengannya. Jalan menuju ma’rifat adalah panduan antara ilmu dan amal, sementara buahnya adalah moralitas. Al Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia islam, dialah orang yang mampu memadukan antara tiga kubu, yakni tasawuf, fiqih, dan ilmu kalam, yang sebelumnya terjadi ketegangan.

d.        Pariode Falsafi
 Yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. 0leh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawufa, dan juga tidak bisa di katakana sebagai filsafat, sebut saja tasawuf falsafi, karena di satu pihak memakai term-term filsafat, namun di lain pihak pendekatan terhadap tuhan memakai metode dzauq/instuisi/wujdan (rasa).[13]
Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya, menyimpulkan bahwa tasawuf falsafi mempunyai empat obyek utama, dan menurut Abu al-wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu:
1.        Latihan rohaniah dengan rasa, instuisi serta intropeksi yang timbul darinya.
2.        Illuminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib.
3.        Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan.
4.        pemakaian ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (shatahiyat).
Pada abad VI dan dilanjutkan abad VII hijriah, muncul cikal bakal orde-orde (tarekat) sufi kenamaan. Hingga dewasa ini, pondok-pondok tersebut merupakan oase-oase di tengah-tengah gurun pasir kehidupan duniawi. Kemudian tibalah saat mereka berjalan dalam satu kekerabatan para sufi yang tersebar luas, yang menyangkut seorang guru, dan menerapkan disiplin dan ritus yang lazim. Tarekat terkenal yang lahir dan berkembang sampai dengan sekarang antara lain, Tarekat Qadariyah yang dikaitkan kepada Abd Qadir al-jailani.

e.         Masa Pemurnian
   A.J. Arberry menyatakan bahwa pada masa Ibn Araby, Ibn Faridl, dan Al-Rumy adalah masa keemasan gerakan tasawuf, secara teoritis ataupun praktis. Pengaruh dan praktek-praktek tasawuf kian tersebar luas melalui tarekat-tarekat dan para sultan serta pangeran yang tak segan-segan pula mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka. Contoh paling menonjol ialah figur terhormat, Dharma Syekh, putra kaisar Moghul, Syekh Johan, yang menulis sejumlah kitab, diantaranya al-majma’u al-Bahrain, di dalamnya ia mencoba merujukkan teori tasawuf wardania.[14]
Tanda-tanda keruntuhan tampak kian jelas, penyelewengan dan skandal melanda dan mengancam kehancuran reputasi baiknya.
Bersamaan dengan itu, munculah pendekar orthodox, Ibn Taimiyah yang dengan lantang menyerang penyelewengan-penyelewengan para sufi tersbut. Dia terkenal kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya, polemis dan tegas berusaha meluruskan ajaran islam yang telah diselewengkan para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran islam, al-Qur’an dan alSunnah. Ibn Taimiyah melancarkan kritik terhadap ajaran Ittihad, Hulul dan Wahdah al-Wujud sebagai ajaran yang menuju kepada kekafiran (Atheisme), meskipun keluar dari orang-orang yang terkenal arif (orang yang telah mencapai tingkat ma’rifat), ahli tahqiq (ahli hakikat), danahli tauhid (yang mengesakan tuhan). Pendapat semacam itu hanya layak keluar dari mulut orang Yahudi dan Nasrani. Mengikuti pendapat tersebut hukumnya sama, yaitu kafir. Yang mengikutinya karena kebodohan, masih dianggap beriman.
Ibn Taimiyah masih mentolellir ajaran fana’ , yakni membagi fana’ menjadi tiga bagian: fana’ ibadah yakni fana’ dalam beribadah,fana’Syuhud al-Qalb, yakni pandangan hati, dan fana’ Wujud Masiwa Allah (fana’ wujud selain Allah). Terhadap fana’’ yang pertama dan kedua, masih dalam batas kewajaran, baik ditinjau dari segi psikologis maupun teologis. Sedengkan fana’ketiga dianggap menyelewengkan dari ajaran islam, karena ajaran tersebut beranggapan, bahwa ‘WujudKhaliq’ adalah ‘ wujud makhluk’ , berarti tidak mengakui wujud selain Allah,  padahal dalam kenyataannya, wujud ini adaalah dua, dan terpisah antara khaliq dan makhluq.
Ibn Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw, yakni menjelaskan dan menghayati ajaran islam, tanpa embel-embel lain, tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu, dan tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya.[15]



BAB III
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
Pengertian dari tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalannyang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.
Tasawuf sebagai ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 Hijriyah. Sejarah awal mula tasawuf tidak terlepas dari faktor ekstern dan faktor intern. Kebenaran teori-teori yang menitikberatkan faktor ekstern memang tidak dapat dipastikan. Semua serba mungkin karena tasawuf lahir pada saat umat Islam telah mempunyai kontak dengan dunia luar agama lain. Sedangkan faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahirnya tasawuf di dunia Islam, lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa adanya faktor ekstern tasawuf pun tetap lahir di dunia Islam.
Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran islam, di awali dari ketidakpuasan terhadap praktik ajaran islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu, tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, politik, moral,dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Reaksi terhadap sikap politik dan ekonomi penguasa akibat telah diraihnya kemakmuran material yang menimbulkan sikap foya-foya, berupa penanaman sikap esolasi dari hirup pikup dunia.Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua. Pertama, Tasawuf  akhlaki, ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf, karena mengarah pada teori-teori perilaku.


B.       SARAN
Agar terciptanya pribadi yang berakhlak mulia, perbanyaklah mempelajari ilmu-ilmu tentang akhlak dan jadikan Rasulullah SAW sebagai cerminan dalam menjalankan kehidupan. Berusahalah menjadi cerminan yang baik bagi orang laindanbermanfaatbagisemua orang.


DAFTAR PUSTAKA

Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta : RajawaliPers, 2013.
Ahmad Bangun Nasution,dan Riyani Siregar, Akhlak Tawasuf, Jakarta : RajawaliPers, 2013.
Samsul Munir Amir. Ilmu Tasawuf. Surabaya :Remaja Rosdakarya, 2015.






[1]Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta : RajawaliPers, 2013)  hlm 4 – 5.
[2]Ahmad Bangun Nasution,dan Riyani Siregar, Akhlak Tawasuf, (Jakarta : RajawaliPers, 2013) hlm 4.
[3]Siregar, Akhlak Tawasuf, (Jakarta : RajawaliPers, 2013) hlm 4.
[4]Ibid. hlm 4 – 5.
[5]Samsul Munir Amir. Ilmu Tasawuf. ( Surabaya : Remaja Rosdakarya, 2015) hlm 122 – 123.
[6]Ibid. hlm 123 – 125.
[7]Ibid. hlm126.
[9]Amin Syukur dan Masyaharuddin. Interlektual Tasawuf, hlm. 17-19.
[10]Ibid. hlm. 19–21.
[11]Ibid. hlm. 21-23
[12]Ibid, hlm.26
[13]Ibid. hlm. 26-28.
[14]Ibid. hlm. 28-30.
[15]Ibid. hlm. 30-31.