SEJARAH
MUNCUL DAN
BERKEMBANGNYA
TASAWUF
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlaq Tasawuf
yang
diampu oleh Bapak Drs. Moch. Cholid Wardi, M.H.I
Oleh
:
|
|
ELSA
NINTIAS AGUSTINA
|
20170703022049
|
FAIRUZ
SYAVIA
|
20170703022052
|
FAIZATUR
ROHMAH
|
20170703022053
|
FATIMATUS
ZAHROH
|
20170703022058
|
HARYANTI
MAULINA N
|
20170703022068
|
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN
EKONOMI BISNIS SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini yang masih sangat sederhana dengan judul “SEJARAH MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA TASAWUF” .
Sholawat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW.
Yang mana beliau telah mengangkis kita minadzndzulumati ilan nur dengan tulus
ikhlas tsnps mengharap imbalan apapun.
Kami berharap semoga
makalah ini bisa membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, dan semoga makalah ini menjadi makalah pedoman untuk menjaga dan
selalu berhati-hati dalam menjaga hati dari berbagai penyakit yang bisa membuat
kita bertambah jauh dari Allah SWT. Amin .
Kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir, semoga Allah SWT. Senantiasa meridhai segala usaha kita.
Pamekasan, 30 September
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................i
KATA
PENGANTAR.........................................................................ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................................1
B.
Masalah atau
Topik
Pembahasan..................................................................1
C.
Tujuan Penulisan
Makalah............................................................................1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tasawuf......................................................................................2
B.
Sejarah
Asal-Mula
Tasawuf.........................................................................2
C.
Sejarah
Munculnya Pemikiran
Tasawuf........................................................4
D. SejarahPertumbuhan
TasawufdanPerkembangan
Tasawuf………….......…..4
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................................12
B.
Saran..........................................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia
diciptakan sebagai makhluk yang unik. Dia tercipta dari badan jasmaniah dan
aspek rohaniah. Badan jasmaniah terdiri dari materi dan kecenderungan bersifat
material pula. Dari sisi ini, biologis manusia sangat bergantung pada hal-hal
material. Ia membutuhkan pangan, sandang dan papan (kebutuhan dharuriyyah atau primer), dan bahkan
kebutuhan lain yang sifatnya tahsiniyyah atau
sekunder. Sedangkan jiwa manusia berasal dari roh yang suci dengan
kecenderungan bersifat ruhaniyyah pula. Dari sisi ini, manusia
sangat bergantung pada hal-hal yang bersifat spiritual, dia membutuhkan
ketenangan, ketenteraman, ketergantungan pada Zat Yang Maha Mutlak, bahkan
kebersatuan dengan-Nya. Keunikan manusia ini, juga terletak pada kemapuannnya
dalam merenungkan dan memikirkan tentang alam semesta (cosmos), Tuhan (theos),
dan bahkan dia dapat mempersoalkan dirinya sendiri, siapa, bagaimana, untuk
apa, dari mana, mau kemana ujungnya kehidupan itu.
Dari salah satu
aspek persoalan perenungan dan pemikiran manusia tentang dirinya adalah apa dan
bagaimana hakikat manusia itu? Apakah hakikat manusia itu terletak pada
kehidupannya yang jasmaniah? Atau pada kehidupan rohaniah? Atau dalam
keterkaitan keduanya? Oleh karena itu tasawuf hadir dan berkembang menjadi
wacana kajian akademik yang senantiasa aktual secara kontekstual dalam setiap
kajian pemikiran islam. Tasawuf juga secara universal menempati posisi
substansi dalam kehidupan manusia
B.
MASALAH ATAU TOPIK BAHASAN
1.
Apa
pengertian definisi dari tasawuf ?
2.
Bagaimana
sejarah asal mula tasawuf ?
3.
Bagaimana
sejarah tumbuh dan berkembangnya tasawuf ?
C.
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari tasawuf
2.
Untuk
mengetahui sejarah dari tasawuf
3.
Untuk
mengetahui tumbuh dan berkembangnya tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tasawuf
Untuk
mengetahui pengertian atau ta’rif “Tasawuf” para ahli lazim memulai pembahasan
dari arti menurut bahan berdasarkan analisis tentang asal-usul kata “Tasawuf”
terlebih dahulu. Terdapat berbagai teori tentang asal-usul kata “tasawuf”,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Ada
teori yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shaf yang berarti wool kasar, karena orang-orang sufi selalu
memakai pakaian tersebut sebagai lambang kesederhanaan.
2.
Menurut
teori lain, kata tasawuf berasal dari kata shafa,
yang berarti bersih.
3.
Berasal
dari ahl al-suffah, yaitu orang-orang
yang tinggal di suatu kamar di samping masjid Nabi di Madinah.
4.
Berasal
dari kota sophos. Kata tersebut
berasal dari Yunani yang berarti hikmah.
Dari beberapa
definisi yang telah dikemukakan, kiranya dapat ditarik suatu pemahaman bahwa
tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalannyang
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.[1]
B.
Sejarah Awal Mula Tasawuf
Tasawuf dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai
ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 H.
Adapun faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf dibedakan atas dua, yaitu
faktor intern dan ekstern.[2]
Faktor-faktor
intern itu ditemukan dalam Al-Qur’an, Al-Hadis, dan perilaku Nabi Muhammad SAW.
Di dalam Al-Qur’an ditemukan ayat-ayat tertentu yang dapat membawa pada paham
mistis. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya teori bahwa paham tasawuf ini
muncul dan berkembang dari dalam Islam sendiri, bukan karena paham dari luar.
Dengan
mempelajari awal mula tasawuf kita dapat mengetahui apa saja yang dipermasalahkan
dalam tasawuf, kapan berdirinya ilmu tasawuf, serta apa-apa saja faktor yang
memengaruhi munculnya tasawuf. Pembicaraan para ahli tentang lahirnya tasawuf
lebih banyak menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf.
Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Faktor Ekstern
Banyak pendapat yang telah dikemukakan sekitar faktor ekstern ini,
antara lain sebagai berikut:
a.
Tasawuf
lahir karena pengaruh dari paham Kristen yang menjauhi dunia dan hidup
mengasingkan diri dari biara-biara. Sikap hidup yang menjauhi dunia dan
keramaian dunia ini memang terlihat jelas dalam perilaku para sufi dengan paham
zuhud yang mereka anut.
b.
Tasawuf
lahir karena pengaruh filsafat Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia
kekal dan berada didunia sebagai orang asing.
c.
Munculnya
tasawuf dalam Islam sebagai pengaruh dari filsafat emanasi Plotinus yang
membawa paham wujud memancar dari zat Tuhan. Masuknya kedalam materi
menyebabkan roh menjadi kotor. Untuk kembali kepada Tuhan roh harus dibersihkan
terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan dunia dan mendekatkan diri kepada
Tuhan seerat mungkin
d.
Tasawuf
lahir atas pengaruuh nirwana. Menurut ajaran Buddha bahwa seseorang
meninggalkan dunia dan melakukan kontemplasi.
e.
Tasawuf
lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme yang mendorong manusia meninggalkan
dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan.[3]
Kebenaran
teori-teori yang menitikberatkan faktor ekstern ini memang tidak dapat
dipastikan. Semua serba mungkin karena tasawuf lahir pada saat umat Islam telah
mempunyai kontak dengan dunia luar agama lain.
2.
Faktor Intern
Sebagian
ahli menekankan faktor intern. Menurut mereka, lahirnya tasawuf Islam
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang dalam Islam itu sendiiri, bukan
pengaruh dari luar.
Selanjutnya,
faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahirnya tasawuf di dunia
Islam, lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa
adanya faktor ekstern tasawuf pun tetap lahir di dunia Islam.[4]
C.
Sejarah PertumbuhandanPerkembangan Tasawuf
1.
Sejarah PertumbuhanTasawuf
Lahirnya
tasawuf sebagai fenomena ajaran islam, di awali dari ketidakpuasan terhadap
praktik ajaran islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu,
tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial,
politik, moral,dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Reaksi
terhadap sikap politik dan ekonomi penguasa akibat telah diraihnya kemakmuran
material yang menimbulkan sikap foya-foya, berupa penanaman sikap esolasi dari
hirup pikup dunia.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli
membagi tasawuf menjadi dua. Pertama,
Tasawuf akhlaki, ada yang menyebutnya
sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf, karena mengarah pada
teori-teori perilaku.
Kedua, Tasawuf
falsafi, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan
pemahaman mendalam. Pembagian dua jenis tasawuf diatas didasarkan atas
kecenderungan ajaran yang dikembangkan,yaitu[5]kecenderungan
pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran.
Pada mulanya,
tasawuf merupakan perkembangan dari pemahan tentang makna institusi islam.
Sejak zaman sahabat dan tabi’in, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran
islam secara lebih analisis sudah muncul. Ajaran islam di pandang dari dua
aspek, yaitu aspek lahiriah dan aspek batiniah. Perkembangan tasawuf dalam
islam mengalami beberapa fase. Pertama,
fase asketisme (zuhud) yang tumbuh pada abad I dan II Hijriah. Aksetisme
(zuhud) banyak di pandang sebagai pengantar munculnya tasawuf. Pada fase ini
terdapat individu dari kalangan muslim yang lebih memusatkan dirinya pada
ibadah.
Pada abad III
Hijriah para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan tingkah laku. Perkembangan doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan
upaya menegakkan moral ditengah terjadinya dekadensi moral yang berkembang saat
itu. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat
sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikan oleh semua orang.
Pada abad V
Hijriah muncul imam Al-Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf
berdasarkan Alqur’an dan sunnah, bertujuan asketisme (kehidupan sederhana),
pelurusan jiwa serta pembunaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan
begitu mendalam.
Sejak abad VI Hijriah, muncul
sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat, dengan
teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya, tidak dapat disebut
murni tasawuf, tetapi juga tidak dapat disebut murni filsafat. Dengan munculnya
para sufi yang juga filsuf, orang mulai membedakan dengan tasawuf yang
mula-mula berkembang (tasawuf akhlaki). Tasawuf akhlaki identik dengan tasawuf
sunni. Hanya saja, titik berat penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang
dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Alqur’an dan sunnah.[6]
Selama abad V
Hijriah, aliran tasawuf sunni terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, aliran
tasawuf falsafi mulai tenggelam dan muncul kembali dalam bentuk lain pada
pribadi sufi yang juga filsuf pada abad VI Hijriyah dan setelahnya. Oleh karena
itu, tasawuf pada abad V Hijriah cenderung mengalami pembaharuan, yaitu dengan
mengembalikannya pada landasan Al-qur’an dan sunnah.[7]
2.
Sejarah Perkembangan Tasawuf
Ibn al-jauzi
dan Ibn khaldun secara garis besar kehidupan kerohanian dalam islam terbagi
menjadi dua, yakni zuhud dan tasawuf. Hanya saja diakui bahwa keduanya
merupakan istilah baru, sebab keduanya belum ada pada masa Nabi Muhammad SAW.
dan tidak terdapat dalam Alqur’an, kecuali zuhud yang disebut sekali dalam
surah yusuf ayat 20.[8]
Ketika islam
berkembang dan banyak orang yang memeluk islam, dan terjadi perkembangan strata
sosial, maka muncul istilah baru dikalangan sahabat, yakni, Qurra’ (ahli
membaca Al-qur’an).14 Sebagaimana telah diketahui, bahwa sejarah islam ditandai
dengan peristiwa tragis, yakni pembunuhan terhadap diri13 khalifah
ketiga, Usman bin Affan Ra. Dari peristiwa itu secara berantai terjadi
kekacauan dan kerusakan akhlak. Adapun benih tasawuf yang paling awal adalah
sebagai berikut.
a.
Pariode Pembentukan
Dalam abad I Hijriah bagian kedua, muncul Hasan basri (w.110 H)
dengan ajaran khauf , mempertebal takut kepada Tuhan. Begitu juga tampilnya
guru-guru yang lain, yang dinamakan qori’ mengadakan gerakan memperbaharui
hidup kerohanian dikalangan kaum muslimin. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada
sejak itu, garis-garis besar mengenai thariq atau jalan beribadah sudah
kelihatan disusun,[9]
dalam ajaran-ajaran yang dikemukakan sudah mulai dianjurkan
mengurangi makan (ju’) menjauhkan
diri dari keramaian duniawi (zuhud), mencela dunia (dzammu al-dunya) seperti
harta, keluarga dan kedudukan.
Selanjutnya
pada abad II Hijriah, taswuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya.
Penyebab pada abad ini ialah adanya kenyataan pendangkalan ajaran agama dan
formalisme dalam melaksanakan syari’at agama (lebih bercorak fiqh). Hal tersebuut
menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupan seperti itu.
Abu al-Wafa menyebutkan,bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriah
mempunyai karakter sebagai berikut:
1. Menjauhkan
diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilatar
belakangi oleh sosio-politik, corsknys bersifat sederhana, praktis(belum
berwujud dalam sistematika dan teori tertentu) tujuannya untuk meningkatkan
moral.
2. Masih
bersifat praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun
prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu.
3.
Ciri
lain ialah motif zuhudnya ialah rasa takut, yaitu rasa takut yang muncul dari
landasan keagamaan secara bersungguh sungguh.
4. Menjelang
akhir abad II Hijriah, sebagian zahid,
khususnya di khurasan, dan Rabi’ah Adawiyah menandai kedalaman analisis yang di
pandang sebagai fase pendahuluwan tasawuf, atau cikal bakal para pendiri
tasawuf.
b.
Pariode Pengembangan
Tasawuf pada abad III dan IV
Hijriyah sudah mempunyai corak yang berbeda dengan tasawuf sebelumnya. Pada
abad ini tasawuf sudah bercorak kefanaan (ekstase) yang menjurus ke persatuan
hamba dengan khalik.[10]
Orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan
(fana’fi al-mahbub), bersatu dengan kecintaan (baqa’bi al-mahbub), menyaksikan
tuhan (musyahadah), bertemu dengannya (liqa’) dan menjadi satu dengannya (ainul
al-jama’), seperti yang di ungkapkan Abu Yazid A-Busthami (126H Nicholas mengatakan, Yazid dijuluki sebagai
pendiri tasawuf yang berasal dari Persia, yang memasukan ide wahdah al-wujud sebagai pemikiran
orisinal teosofi dari timur yang merupakan kekhususan pemikiran yunani?
Fana merupakan persyaratan bagi seseorang untuk dapat mencapai
hakikat ma’rifat. Ketika ditanya kapan seseorang dapat menacapai hakikat
ma’rifat?” Ia menjawab, “ketika fana di bawah pantauan-nya dan tetap di atas
hampara yang haq,tanpa jiawa dan tanpa penciptaan. Sesudah Abu Yazid
Al-busthami,lahirlah seorang sufi kenamaan, yaitu Al-Hallaj (w. 309 H) yang
menampilkan teori hulul (reingkarnasi Tuhan). Pada akhir abad III orang
berlomba lomba menyatakan dan mempertajam pemikirannya tentang kesatuwa
kesaksian (wahdah as-suhud) Pada abad III dn IV HIjriah terdapat dua aliran. Pertama, aliran tasawuf sunned dan yang kedua aliran tasawuf semi falsafi
c.
Pariode Konsolidasi
Pada masa ini ditandai kompetisi dan pertarungan antara tasawuf
semifalsafi dengan tasawuf sunni.Tasawuf sunni memenangkan pertarungan sehingga
berkembang sedemikian rupa. Sementara itu tasawuf semifalsafi tenggelam.
Tasawuf pada abad ini cenderung mengadakan pembaharuan atau menurut Annemarie
Schimmel merupakan pariode konsolidasi , yaitu pariode yang ditandai pemantapan
dan pengembalian tasawuf ke landasannya, Al qur’an dan sunnah. Tokoh tokohnya
adalah al-Qusyairi (376-465 H), al-Harawi (196 H), dan al-Ghazali (450-505 H).[11]
Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh sufi utama abad V hijriyah.
Kedudukannya demikian penting mengingat karyanya banyak di pakai sebagai
rujukan para sufi, seperti Al-Risalah al
Qusyayriah. [12]
Diya terkenal pembela teologi Ahl
Sunnah wal al jama’ah. Ada dua hal yang dikritiknya, yaitu tentang shatahiyat yang dikemukakan oleh sufi ‘semi falsafi’ dan cara mereka berpakaian
menyerupai orang miskin.
Tokoh suufi lain yang gencar menyerang’penyelewengan’ dalam tasawuf
ialah al-Harawy. Sikapnya yang tegas dan tandas terhadap tasawuf cukup di
maklumi, karna diya termasuk Hanabillah (pendukung
Ahmad Ibn Hambal). Karyanya yang terkenal adalah Manazil al-sairin Ilaa Rabb al-Alamin. Diya
dikenal penyusun teori fana’ dalam
kesatuan, tetapi fana’ nya berbeda
dengan fana’ sufi ‘semi islam’ sebelumnya baginya fana’
bukanlah fana’ wujud sesuatu yang selain
Allah, tetapi dari penyaksian dan perasaan mereka sendiri.
Al-Ghazali,pembela tasawuf sunni menduduki peringkat setingkat
lebih tinggi dari pada dari kedua sufi yang telah disebutkan di muka. Pilihan
Al-Ghazali jatuh kepada tasawuf sunni yang berdasarkan doktrin Ahl sunnah wa al-jamaah. Dari paham
tasawufnya itu diya menjauhkan semua kecenderungan gnotis yang mempengaruhi
pada filosof alam.
Al-Ghazali sama sekali menolak teori kesatuan, diya menyodorkan
teori baru tentang Ma’rifat dalam
batas, pendekatan diri kepada Allah, tanpa diikuti penyatuan dengannya. Jalan
menuju ma’rifat adalah panduan antara ilmu dan amal, sementara buahnya adalah
moralitas. Al Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia islam, dialah orang yang
mampu memadukan antara tiga kubu, yakni tasawuf, fiqih, dan ilmu kalam, yang
sebelumnya terjadi ketegangan.
d.
Pariode Falsafi
Yaitu tasawuf yang bercampur
dengan ajaran filsafat, kompromi dalam pemakaian term-term filsafat yang
maknanya disesuaikan dengan tasawuf. 0leh karena itu, tasawuf yang berbau
filsafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawufa, dan juga tidak bisa di katakana
sebagai filsafat, sebut saja tasawuf
falsafi, karena di satu pihak memakai term-term filsafat, namun di lain
pihak pendekatan terhadap tuhan memakai metode dzauq/instuisi/wujdan (rasa).[13]
Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya, menyimpulkan bahwa tasawuf falsafi mempunyai empat obyek
utama, dan menurut Abu al-wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu:
1.
Latihan
rohaniah dengan rasa, instuisi serta intropeksi yang timbul darinya.
2.
Illuminasi atau hakikat
yang tersingkap dari alam ghaib.
3.
Peristiwa-peristiwa dalam
alam maupun kosmos berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau
keluarbiasaan.
4.
pemakaian
ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (shatahiyat).
Pada abad VI
dan dilanjutkan abad VII hijriah, muncul cikal bakal orde-orde (tarekat) sufi kenamaan. Hingga dewasa ini, pondok-pondok
tersebut merupakan oase-oase di tengah-tengah gurun pasir kehidupan duniawi.
Kemudian tibalah saat mereka berjalan dalam satu kekerabatan para sufi yang
tersebar luas, yang menyangkut seorang guru, dan menerapkan disiplin dan ritus
yang lazim. Tarekat terkenal yang lahir dan berkembang sampai dengan sekarang
antara lain, Tarekat Qadariyah yang dikaitkan kepada Abd Qadir al-jailani.
e.
Masa Pemurnian
A.J. Arberry menyatakan
bahwa pada masa Ibn Araby, Ibn Faridl, dan Al-Rumy adalah masa keemasan gerakan
tasawuf, secara teoritis ataupun praktis. Pengaruh dan praktek-praktek tasawuf
kian tersebar luas melalui tarekat-tarekat dan para sultan serta pangeran yang
tak segan-segan pula mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka.
Contoh paling menonjol ialah figur terhormat, Dharma Syekh, putra kaisar
Moghul, Syekh Johan, yang menulis sejumlah kitab, diantaranya al-majma’u al-Bahrain, di dalamnya ia
mencoba merujukkan teori tasawuf wardania.[14]
Tanda-tanda keruntuhan tampak kian jelas, penyelewengan dan skandal
melanda dan mengancam kehancuran reputasi baiknya.
Bersamaan dengan itu, munculah pendekar orthodox, Ibn Taimiyah yang
dengan lantang menyerang penyelewengan-penyelewengan
para sufi tersbut. Dia terkenal kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya,
polemis dan tegas berusaha meluruskan ajaran islam yang telah diselewengkan
para sufi tersebut, untuk kembali kepada sumber ajaran islam, al-Qur’an dan
alSunnah. Ibn Taimiyah melancarkan kritik terhadap ajaran Ittihad, Hulul dan Wahdah al-Wujud sebagai ajaran yang menuju
kepada kekafiran (Atheisme), meskipun
keluar dari orang-orang yang terkenal arif (orang yang telah mencapai tingkat ma’rifat), ahli tahqiq (ahli hakikat),
danahli tauhid (yang mengesakan
tuhan). Pendapat semacam itu hanya layak keluar dari mulut orang Yahudi dan
Nasrani. Mengikuti pendapat tersebut hukumnya sama, yaitu kafir. Yang
mengikutinya karena kebodohan, masih dianggap beriman.
Ibn Taimiyah masih mentolellir ajaran fana’ , yakni membagi fana’ menjadi
tiga bagian: fana’ ibadah yakni fana’
dalam beribadah,fana’Syuhud al-Qalb,
yakni pandangan hati, dan fana’ Wujud
Masiwa Allah (fana’ wujud selain Allah). Terhadap fana’’ yang pertama dan kedua, masih dalam batas kewajaran, baik ditinjau dari segi psikologis maupun
teologis. Sedengkan fana’ketiga
dianggap menyelewengkan dari ajaran islam, karena ajaran tersebut beranggapan,
bahwa ‘WujudKhaliq’ adalah ‘ wujud makhluk’ , berarti tidak mengakui
wujud selain Allah, padahal dalam kenyataannya,
wujud ini adaalah dua, dan terpisah antara khaliq
dan makhluq.
Ibn Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagaimana yang pernah
diajarkan oleh Rasulullah Saw, yakni menjelaskan dan menghayati ajaran islam,
tanpa embel-embel lain, tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu, dan tetap
melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana manusia pada umumnya.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian dari
tasawuf adalah ilmu yang memuat cara tingkah laku atau amalan-amalannyang
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau berhubungan dengan-Nya.
Tasawuf sebagai
ilmu yang berdiri sendiri lahir sekitar akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3
Hijriyah. Sejarah awal mula tasawuf tidak terlepas dari faktor ekstern dan
faktor intern. Kebenaran teori-teori yang menitikberatkan faktor ekstern memang
tidak dapat dipastikan. Semua serba mungkin karena tasawuf lahir pada saat umat
Islam telah mempunyai kontak dengan dunia luar agama lain. Sedangkan faktor
intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahirnya tasawuf di dunia Islam,
lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa adanya
faktor ekstern tasawuf pun tetap lahir di dunia Islam.
Lahirnya
tasawuf sebagai fenomena ajaran islam, di awali dari ketidakpuasan terhadap
praktik ajaran islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu,
tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial,
politik, moral,dan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan penguasa. Reaksi
terhadap sikap politik dan ekonomi penguasa akibat telah diraihnya kemakmuran
material yang menimbulkan sikap foya-foya, berupa penanaman sikap esolasi dari
hirup pikup dunia.Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf
menjadi dua. Pertama, Tasawuf akhlaki,
ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf,
karena mengarah pada teori-teori perilaku.
B.
SARAN
Agar
terciptanya pribadi yang berakhlak mulia, perbanyaklah mempelajari ilmu-ilmu
tentang akhlak dan jadikan Rasulullah SAW sebagai cerminan dalam menjalankan
kehidupan. Berusahalah menjadi cerminan yang baik bagi orang laindanbermanfaatbagisemua orang.
DAFTAR PUSTAKA
Ris’an Rusli, Tasawuf dan
Tarekat, Jakarta : RajawaliPers, 2013.
Ahmad Bangun Nasution,dan Riyani
Siregar, Akhlak Tawasuf, Jakarta : RajawaliPers, 2013.
Samsul Munir Amir. Ilmu Tasawuf. Surabaya :Remaja Rosdakarya, 2015.