KEBIJAKAN MONETER ISLAM
MAKALAH
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Syariah
Yang
diampu oleh Ibu Riskiyatul Khasanah, M.E.
Disusun
Oleh :
Moh Anis
Rudiyanto
Atikah
Muksin
Robiatul
Adawiyah
JURUSAN
PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang
masih sangat sederhana dengan judul “Kebijakan Moneter Islam”
Sholawat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW. yang mana beliau telah mengangkis kita minadz
dzulumati ilan nur dengan tulus ikhlas tanpa mengharap imbalan apapun.
Kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir, semoga Allah SWT. senantiasa meridhai segala usaha kita.
Kami akui makalah ini
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih sangat minim.
Oleh karena itu, kami harapakan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah kedepannya.
Kami berharap semoga
makalah ini bisa membantu, menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, serta semoga makalah ini bisa
menjadi acuan untuk memahami
pembahasan/pembelajaran tentang kebijakan moneter islam. Amin.
Pamekasan, 11 November 2018
Penyusun,
DAFTAR ISI
|
|
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
..............................................................................
B. Rumusan
Masalah .........................................................................
C. Tujuan
Masalah
.............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter .......................................................
B. Sejarah
Kebijakan Moneter ............................................................
C. Kebijakan
Moneter Menurut Mazab Ekonomi Islam .....................
D. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter Dalam Konvensional
dan Syari’ah
....................................................................................
E. Hubungan Kebijakan Moneter
Terhadap Nilai Tukar Rupiah .......
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran
..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
|
i
ii
iii
1
1
1
3
6
7
9
13
14
14
15
|
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Uang yang beredar dalam suatu negara tidak boleh terlalu berlebihan
dan juga tidak boleh kurang solanya akan menyebabkan perekonomian dalam suatu
negara tersebut tidak stabil dan bisa jadi mengakibatkan terjadinya inflasi/deflasi.
Untuk mengatur hal itu maka dibutuhkan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan
perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang
beredar. Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah,
atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan
ekonomi untuk terus tumbuh sekaligus mengendalikan inflasi.
Oleh sebab itu, sebagai penerus bangsa sangat penting rasanya
pembahasan kebijakan moneter islam ini untuk di diskusikan, tujuannya adalah
untuk memperdalam ilmu tentang ekonomi sehingga akan memudahkan kita semua
dalam penerapannya di kemudian hari.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Pengertian Kebijakan Moneter?
2.
Bagaimana Sejarah
Kebijakan Moneter?
3.
Bagaimana Kebijakan Moneter Menurut Mazab Ekonomi Islam?
4.
Bagaimana Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter Dalam
Konvensional dan Syari’ah?
5.
Bagaimana Hubungan Kebijakan Moneter Terhadap Nilai Tukar Rupiah?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu Kebijakan Moneter
2. Untuk
Mengetahui Sejarah
Kebijakan Moneter
3. Untuk Mengetahui Kebijakan Moneter Menurut Mazab Ekonomi Islam
4. Untuk Mengetahi Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter Dalam
Konvensional dan Syari’ah
5. Untuk Mengetahui Kebijakan Moneter Terhadap Nilai Tukar
Rupiah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk
memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar untuk mengatasi
krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata
sektor riil, yang tidak kalah panting adalah meluruskan kembali sejumlah
kekeliruan pandangan di seputar masalah uang.[1]
Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah
uang yaitu :[2]
1. Persoalan mata uang, dimana nilai mata
uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain
(inisalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian
sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu
bergejolak pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
2. Kenyataannya bahwa uang tidak lagi
dijadikan sebagai alat tukar saja tapi juga sebagai komoditi yang
diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari
setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Kebijakan moneter ekspansif (monetary axpansive policy) adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.[3]
Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli
masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (monetary contractive policy) adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan
kebijakan uang ketat (tight money policy).[4]
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan
yang khas. Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan
adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara.
Hal yang paling panting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan
dasar keuangan (al-wadhatu al-naqdiyatu
alasahsiyah ) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai
berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka
sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya
perak, dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua
satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Apabila nilai
satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik
terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem
keuangannya disebut sistem fiat money.[5]
Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu
perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata
uang emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu
dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas
syar’i beratnya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar’i beratnya 2,975 gram
perak.[6]
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh
Rasulullah SAW Ketika itu kendati menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah
SAW memang tidak mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar
Romawi dan dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem uang dua logam
tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat Islam). Demikian seterusnya, sistem
dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa Khalifah Abdul Malik
bin Marwan (79 H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham khusus dengan
corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari
mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang
berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang,
yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang
lain. Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika naik nilainya, mata uang dinar
akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1
dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non ekonomi yang
memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti sekarang
ini Insya Allah juga tidak akan terjadi.[7]
Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih
mungkin terjadi. Ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu,
mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat
ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali
kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan
usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi besar, juga
waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan segera
disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran.
Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran
bisa ditekan seminimal mungkin Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai
milik umum harus dikuasai oleh negara.[8]
Secara syar’i pemanfaatan sistem mata uang dua logam
juga selaras dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang.
Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak,
larangan menimbun harta (kanzu al-mal,
bukan idzkar atau saving) dimana harta yang dimaksud
disitu adalah emas dan perak, sebagaimana disebut dalam Surah At Taubah 34.
Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara pembunuhan
(sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat
dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary standard) dalam sistem keuangan
Islam adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim
Zallum menyarankan sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang
kertas dan menggantinya dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam
ekspor dan impor emas.[9]
Pemanfaatan emas sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan
eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan
transaksi yang semakin meningkat.[10]
B. SEJARAH
KEBIJAKAN MONETER
Sistem moneter sepanjang zaman
telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak
di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin
ilmu ekonomi lainnya. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak
(dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan
beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rasulullah ini
relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, stabilitas
nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41 H/662 M-132 H/750 M) rasio kurs antara
dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa Abbasiyah (132 H/750 M-656 H/ 1258 M) berada pada kisaran
1:15.[11]
Pada masa yang lain nilai tukar
dirham-dinar mengalami Huktuasi dengan nilai paling rendah pada level
1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan
terjadinya bad coins out of circulations
atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature
konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperti yang pernah terjadi
pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar
tersebut dari fulus (uang tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan
perak. oleh ibnu taimiyah di katakan bahwa uang dengan kualitas rendah akan
menendang keluar uang kualitas baik.[12]
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar
mengalami tiga kali evolusi yaitu:[13]
1. The
gold coins standard : di mana logam emas
mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
2. The
gold bullion standard : di mana logam emas
sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
3. Woe
gold exchange standard (bretton woods system), di mana otoritas moneter menentukan nilai
tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara
penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan
yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier
(kredit money) yaitu uang yang
keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
C. KEBIJAKAN
MONETER MENURUT MAZAB EKONOMI ISLAM
Beberapa
mazhab instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain:[14]
1.
Mazhab
pertama (Iqtishaduna)
Pada
masa awal Islam tidak diperlukan suatu kebijakan moneter karena sistem
perbankan hampir tidak ada dan penggunaan uang sangat minim. Jadi, tidak ada
alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran akan
uang melalui disktesioner. Tambahan pula, kredit tidak memiliki peran dalam
penciptaan uang karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang. Selain
itu, peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promissory notes) dan instrument negosiasi (negotiable instruments) dirancang sedemikian sehingga tidak
memungkinkan penciptaan uang.
Promissory nates
atau bill exchange dapat diterbitkan
untuk membeli barang dan jasa atau mendapatkan sejumlah dana segar, namun tidak
dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit aturan-aturan tersebut mempengaruhi
keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai.
Dalam nasi'a atau aturan transaksi lainnya, uang yang dibayarkan atau diterima
bertujuan mendapatkan komoditas atau jasa.
Instrument lain yang pada saat ini digunakan untuk
mengatur jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga jangka pendek
adalah OMO (jual-beli surat berharga pemerintah) yang belum dikenal pada masa
awal pemerintahan islam. Selain itu, tindakan menaikkan atau menurunkan tingkat
suku bunga bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang praktek riba
2.
Mazhab
Kedua (Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter pemerintah adalah maksimisasi
alokasi sumber daya untuk kegiatan ekonomi produktif Al-Qur'an melarang praktek
penumpukan uang (money boarding)
karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, mazhab ini merancang sebuah
instrument kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya
permintaan akan uang (MD) agar dapat dialokasikan pada peningkatan
produktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Permintaan
dalam Islam dikelompokkan dalam dua motif yaitu motif transaksi (transaction motive) dan motif
berjaga-jaga (precautionary motive).
Semakin banyak uang yang menganggur (iddle)
berarti permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (MDprec) semakin besar,
sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang menganggur
berbanding terbalik dengan permintaaan akan uang untuk berjaga-jaga. Dues of iddle fund adalah instrument
kebijakan yang dikenakan pada semua asset produktif yang menganggur.
3.
Mazhab
ketiga (alternative)
Kebijakan moneter
melalui “syaratiq process”, dimana
suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan
musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Sehingga terjadi harmonisasi
antara kebijakan moneter dan sektor riil.
D.
lNSTRUMEN-INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER DALAM
KONVENSIONAL DAN SYARI’AH
Ada empat instrument utama yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang yang beredar:
1. Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)[15]
OMO adalah
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli
surat-surat berharga milik pemerintah (government
security) yang dilakukan oleh Bank
Sentral. Jika ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah
menjual surat-surat berharga (Open market selling). Jika ingin menambah
jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga
tersebut (open market buying).
Di Indonesia, Operasi pasar
terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dab Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika ingin mengurangi uang beredar,
pemerintah menjual SBI atau SBPU. Dengan penjualan tersebut maka uang yang ada
di masyarakat akan tertarik sehingga uang beredar semakin berkurang. Biasanya
penjualan SBI atau SBPU dilakukan bila
jumlah uang beredar sudah terlalu banyak dan dianggap berpotensi untuk mengganggu
stabilitas perekonomian, begitu juga sebaliknya.
2. Fasilitas diskonto (Discount
Rate)
Instrumen moneter ini berkaitan
dengan fasilitas yang dimiliki oleh bank-bank untuk meminjam uang secara
langsung kepada bank sentral.[16] Yang
dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan
pemerintah atas bank-bank umum yang menjamin ke bank sentral.[17]
3. Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio)
Penetapan rasio cadangan wajib juga
dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar,
maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibanding sebelumnya. Kesuksesan
kedua jenis kebijakan moneter yang baru dibicarakan di atas sangat tergantung
kepada apakah kebanyakan bank perdangan mempunyai kelebihan cadangan atau
tidak. Apabila kelebihan cadangan terdapat dalam kebanyakan bank perdagangan,
kedua-dua tindakan di atas tidak dapat digunakan untuk membuat
perubahan-perubahan dalam penawaran uang.
4.
Himbauan
Moral (Moral Suasion)[18]
Bank sentral menggukan
pengaruhnya (kekuatan Himbauan moral) untuk mendorong institusi keuangan dan
perbankan agar cenderung berpihak pada kepentingan publik. Bank sentral
biasanya menggunakan himbauan moral untuk meyakinkan para bankir dan manajer
senior institusi keuangan agar lebih memperhatikan kepentingan jangka panjang
dari pada kepentingan jangka pendek istitusinya.
Sebagai contoh : pada saat
terjadi inflasi, bank sentral dapat menyarankan kepada institusi-institusi
keuangan agar mengurangi penyaluran pinjaman (kredit) yang sekaligus juga
bersifat mendinginkan perekonomian yang sedang panas (oberheat). Hal ini
bertujuan untuk mengurangi uang beredar di masyarakat dan agar tingkat inflasi
turun kembali. Dengan himbauan moral tersebut, otoritas moneter
mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak
berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas
dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan
ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang
tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan
manusia. Hal ini disebutkan Al-Qur’an dalam QS.Al- An’am:152, yang artinya:
“..Dan sempurnakan-lah takaran dan timbangan dengan adil.”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M.
Umar Chapra, kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok
uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan Moneter yang tidak berlebihan
melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksplorasi kapasitas perekonomian
untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda,
namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang
konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang
mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak
membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan
target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan
moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai
target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah.
Hampir semua instrument moneter
pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya
mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang
mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation
dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada
pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument
kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat
digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti: Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling moral suasion
and change in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga
bank sentral tidak dapat menempatkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen
yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi
Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat
digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar.
Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar
dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen
kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam. antara Iain :[19]
1.
Reserve Ratio
Reserve
Ratio adalah suatu presentase tertentu dari
simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5%. Jika bank
sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari
5% menjadi 20%, yang
dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu
sebaliknya.
2.
Moral Suassion
Bank sentral
dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung
jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit
dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
3.
Financing
Ratio
Bank sentral
menentukan rasio pembiayaan yang dilakukan oleh bank komersial dalam
menyalurkan pembiayaannya.
4.
Refinance
Ratio
Refinance
Ratio Adalah sejumlah proporsi dari
pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio
turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk
memberikan pinjaman.
5.
Profit Sharing Ratio
Ratio bagi
keuntungan (profit sharing ratio)
harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit
sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin
meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan
ditingkatkan.
Operasi
Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Tujuan OMS
yaitu mencapai target operasional pengendalian moneter syariah dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
E.
Hubungan Kebijakan Moneter Terhadap Nilai Tukar Rupiah[21]
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun
2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesa menerapkan
kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan
moneter Inflation Targeting Framework (ITF) dengan menganut system nilai
tukar yang mengambang (free floating). ITF merupakan kerangka kerja
kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai
inflasi beberapa tahun kedepan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan.
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
system keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan
nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar
yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter ( seperti
uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi
yang ditetapkan oleh pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kebijakan Moneter
adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan
jumlah uang beredar untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus
berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah panting
adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah
uang.
Sistem moneter
sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah
yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan
dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya. Sistem keuangan pada zaman Rasulullah di
gunakan bimatalic standard yaitu emas
dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah
dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rasulullah ini
relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, stabilitas
nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand.
Beberapa mazhab
instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain: Mazhab pertama
(Iqtishaduna), Mazhab
Kedua (Mainstream), dan Mazhab
ketiga (alternative).
Ada empat instrument utama yang digunakan untuk
mengatur jumlah uang yang beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market Operation), Fasilitas diskonto (Discount
Rate),.
Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio),
dan Himbauan Moral (Moral Suasion).
B.
SARAN
Kami menyadari
bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis memohon
kritik dan sarannya sebagai bahan evaluasi dan koreksi untuk lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Nur Rianto Al. Teori Makroekonomi Islam : Konsep, Teori, dan
Analisis. Bandung : Alfabeta, 2010.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
Muhammad. Ekonomi Moneter Islam. Yogyakarta : UII Press, 2018.
Srisusilawati, Eva Misfah Bayuni dan Popon. Kontribusi
Instrumen Moneter Syariah Terhadap Pengendalian Inflasi Di Indonesia. Vol. 2.
Bandung: Amwaluna, 2018.
Http://organisasi.org/definisi
kebijakan moneter dan instrument serta penjelasannya, diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 19.40.
[3] Nur Rianto Al Arif, Teori
Makroekonomi Islam : Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung : Alfabeta,
2010), hlm. 131.
[19]Ibid. hlm. 214.
[20] Eva
Misfah Bayuni dan Popon Srisusilawati, Kontribusi Instrumen Moneter Syariah Terhadap
Pengendalian Inflasi Di Indonesia, Vol. 2, (Bandung: Amwaluna, 2018), hlm. 19-20.
[21] Http://organisasi.org/definisi kebijakan moneter dan instrument
serta penjelasannya, diakses pada
tanggal 15 November 2018 pukul 19.40.